Terapi Plasma Konvaselen Efektif pada Pasien Gejala Sedang-Berat

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.
Warga mengikuti 'screening' donor plasma konvalesen di halaman kantor PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Surabaya, Jawa Timur, Selasa (2/2/2021). Terapi plasma konvaselen mampu meningkatkan kesembuhan pasien gejala sedang dan berat hingga 90%.
5/2/2021, 17.21 WIB

Terapi plasma konvaselen menjadi salah satu alternatif pengobatan pasien Covid-19 . Terapi itu dianggap mampu meningkatkan kesembuhan dan menekan risiko kematian pasien.

Menurut inisiator terapi plasma konvalesen Indonesia, dr Theresia Monica, tingkat kesembuhan plasma konvaselen cukup tinggi jika terapi diberikan segera pada pasien gejala sedang-berat.

Adapun gejala sedang berupa demam seminggu dan sesak nafas yang ditandai dengan 20 kali menarik nafas dalam satu menit. Sedangkan gejala berat yaitu sesak nafas dengan 30 kali tarikan nafas dalam satu menit masuk ke dalam gejala berat.

Itu berarti, terapi plasma konvaselen paling baik diberikan dalam rentang waktu seminggu setelah demam atau 72 jam setelah muncul gejala sesak nafas. "Jika ada pasien yang ke rumah sakit dalam keadaan sesak, harus segera diberikan terapi plasma konvalesen," ujar Monica dalam acara Katadata Forum Virtual Series "Sembuh dari Covid-19 dengan Plasma Konvalesen?" pada Jumat (5/2).

Dia menyebut tingkat efektivitas terapi plasma konvaselen pada pasien gejala sedang dan berat bisa mencapai lebih dari 90%. Sedangkan tingkat perbaikan kondisi pasien dengan gejala kritis, atau seluruh tubuh sudah mengalami infeksi, hanya mencapai 65%.

Adapun tingkat pemulihan pasien kritis yang tidak mendapatkan terapi plasma konvaselen hanya 15%. “Waktu adalah kunci, semakin cepat, semakin baik,” ujar dokter Monica yang juga bergabung dalam Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Lebih lanjut dia menyebut terapi plasma konvaselen bukanlah terapi pengobatan yang baru. Terapi tersebut sudah dikenal sejak 1918 saat terjadi wabah Flu Spanyol. 

Sejak saat itu, tenaga medis menggunakan terapi plasma konvaselen untuk menghadapi wabah lain yang muncul seperti SARS, MERS, dan Ebola. Khusus di Indonesia, terapi plasma konvaselen baru digunakan saat pandemi corona. 

Adapun terapi plasma konvaselen digunakan untuk menambah jumlah antibodi pada pasien yang terpapar virus corona. Antibodi itu didapat dari plasma darah penyintas Covid-19 yang biasanya memiliki kadar antibodi cukup tinggi.

Idealnya, penyintas Covid-19 dapat menyumbangkan plasmanya setelah 3-4 bulan dinyatakan sembuh. Pada jangka waktu tersebut, kadar antibodi penyitas Covid-19 berada pada titik tertinggi.

Dengan kondisi tersebut, hanya penyintas Covid-19 yang dapat menjadi pendonor plasma konvaselen. Selain itu, pendonor plasma konvaselen juga harus memenuhi beberapa persyaratan lain, seperti berusia 18-60 tahun, 14 hari bebas gejala Covid-10, dan tak memiliki penyakit penyerta atau komorbid. 

Pendonor plasma konvaselen biasanya diutamakan laki-laki yang tak pernah menerima transfusi darah sebelumnya. Kalaupun perempuan, ia tak pernah hamil, keguguran, dan tak pernah menerima transfusi darah.

Syarat tersebut untuk memastikan pemberian plasma tidak menyebabkan human leukocyte antigen (HLA) pada penerima terapi yang dapat menimbulkan alergi paru-paru berat. “Efek samping ini sudah diminimalisasi sejak awal dengan screening donor,” kata Monica.

Reporter: Yosepha Pusparisa

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan