Masih Banyak Orang Enggan Divaksinasi Covid-19, Ini Cara Mengatasinya

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/rwa.
Penulis: Hanna Farah Vania - Tim Riset dan Publikasi
13/2/2021, 12.30 WIB

Indonesia sudah memulai proses vaksinasi pada awal tahun 2021. Namun, terdapat sebagian orang yang masih belum yakin untuk divaksin. Ini akan memperlambat proses vaksinasi untuk tercapainya kekebalan kelompok atau herd immunity di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) dengan Kementerian Kesehatan dan United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF), masih ada orang yang menyatakan tidak mau divaksin.

Sebanyak 7,6 persen responden memilih tidak divaksin. Terdapat 27,6 persen lainnya yang masih ragu terhadap program vaksinasi pemerintah. Meski terdapat 64,8 persen responden yang bersedia divaksin, hal ini akan tetap mempengaruhi kelancaran proses vaksinasi.

Inilah yang dialami oleh Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Ia menyadari masih banyak warganya yang masih tidak percaya bahwa vaksin Covid-19 aman.

"Jadi bagaimana mau dikasih vaksin, orang mereka aja tidak percaya kalau Covid-19 itu ada," ucapnya, melansir dari pemberitaan Kompas beberapa waktu lalu. Pemerintah Kota Bogor pun telah melakukan survei pada Oktober 2020 lalu mengenai Covid-19. Survei tersebut menunjukkan bahwa 19 persen warga Bogor percaya bahwa Covid-19 adalah teori konspirasi, sedangkan hanya 29 persen yang percaya bahwa Covid-19 itu nyata.

"Ini angka gawat. Artinya, bicara vaksin bukan hanya bicara soal target, bukan saja menyiapkan teknis pemberiannya, tapi juga edukasi, sosialisasi ini penting," ujar Bima.

Meski demikian, derdasarkan hasil survei yang sama, warganya lebih percaya jika vaksin akan disosialisasikan oleh tenaga medis, lalu tokoh agama, dan ketiganya adalah pejabat. Maka, Pemerintah Kota Bogor akan melakukan kolaborasi dengan berbagai aktor kunci. Berbagai upayanya adalah berkerja sama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Komunikasi Pesantren, Dewan Masjid Indonesia, dan Dialog Lintas Agama. Tak hanya itu, Pemerintah Kota Bogor juga melakukan kampanye di media sosial.

Melansir dari pemberitaan CNNIndonesia.com, terdapat beberapa alasan lumrah akan keraguan masyarakat terhadap vaksin. Dosen Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Rizqy Amelia Zein mengatakan hal tersebut terjadi karena adanya ketidaktahuan akan pemahaman vaksin.

“Merasa tidak familiar, tidak bisa diprediksi, wajar, sangat wajar (kalau takut dan ragu)," katanya.

Adanya ketakutan pun datang dari narasi mengenai antivaksin. Ia mencontohkan riset di awal 2020 terhadap kelompok antivaksin di Facebook. Terdapat kelompok kecil namun aktif menyebarkan misinformasi tersebut. Masyarakat cenderung tertarik mendengar narasi tersebut karena berupa teori-teori konspirasi yang terlihat menarik untuk didalami. Hal ini bahkan membuat kampanye provaksin jadi tenggelam.

Rizqy pun menyayangkan beberapa pejabat publik yang menolak divaksin. Pasalnya, pernyataan tersebut akan menjadi kontroversial dan mempengaruhi masyarakat. Ia mencontohkan Ribka Tjiptaning, Anggota Komisi IX DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menyatakan menolak divaksin saat rapat kerja Komisi IX.

Rizqy menilai persoalan ini dapat diatasi dengan menyeimbangkan narasi akan pentingnya vaksinasi. Upaya ini dapat dilakukan dari langkah kecil seperti memberikan pemahaman di tingkat keluarga. Selain itu juga penting berupaya untuk bersama-sama menghindari narasi yang tidak berdasarkan fakta dan data. Menurutnya, setiap orang memiliki hak untuk menolak vaksin. Namun, tidak baik untuk mengkampanyekan narasi tersebut di depan publik.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan