Presiden Joko Widodo menerbitkan aturan baru soal pembayaran pesangon pekerja. Aturan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Regulasi ini merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Adapun ketentuan uang pesangon dalam Pasal 40 Ayat 2 PP Nomor 35 Tahun 2021 adalah sebagai berikut:
- masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah
- masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah
- masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah
- masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah
- masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah
- masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah
- masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah
- masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah
- masa kerja 8 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 8 bulan upah
Bagaimanapun, dalam Pasal 43 aturan baru itu, korban PHK akibat perusahaan tutup dan merugi hanya bisa mengantongi pesangon 0,5 kali dari patokan yang diatur dalam Pasal 40 (2) PP tersebut.
"Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian maka pekerja/ buruh berhak atas: a. uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2)," demikian tertulis dalam Pasal 43 aturan tersebut seperti dikutip Senin (22/2).
Aturan sama juga berlaku untuk korban PHK karena terjadi pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja. Pekerja/buruh yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, pengusaha dapat memutus hubungan kerja dengan uang pesangon setengah dari ketentuan Pasal 40 ayat (2).
Sementara itu, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan berkurangnya penghasilan buruh di berbagai sektor usaha. Simak Databoks berikut:
Kemudian, perusahaan tutup yang disebabkan kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 tahun, perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur), dan perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian.
Berikutnya, perusahaan pailit, dan pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut.
Selain itu, uang pesangon dipangkas 0,25% untuk alasan PHK keadaan memaksa (force majeure) yang tidak mengakibatkan perusahaan tutup. Dalam hal ini, pekerja/buruh akan mendapatkan uang pesangon sebesar 0,75 kali ketentuan Pasal 40 ayat 2, uang penghargaan dan uang penggantian hak.
Uang pesangon diberikan 1 kali ketentuan Pasal 39 ayat 2 berlaku untuk korban PHK yang disebabkan perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.
Selanjutnya karena pengambilalihan perusahaan, perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian, perusahaan tutup yang disebabkan bukan karena perusahaan mengalami kerugian, perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan karena perusahaan mengalami kerugian, dan permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35.
Untuk korban PHK karena alasan di atas juga mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan pasal 40 ayat 3, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat 4.
Berbeda dengan pesangon yang berkurang jika PHK dilakukan karena perusahaan bangkrut, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak tetap harus diberikan secara penuh.