Kasus Bansos, Direktur Tigapilar Didakwa Suap Mantan Mensos Rp 1,95 M

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/12/2020). Juliari Batubara diperiksa terkait kasus dugaan suap pengadaan Bantuan Sosial (bansos) penanganan COVID-19.
Penulis: Pingit Aria
24/2/2021, 19.46 WIB

Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara senilai Rp 1,95 miliar. Suap itu diberikan terkait penunjukkan perusahaan penyedia bansos Covid-19.

"Terdakwa Ardian Iskandar Maddanatja memberi uang seluruhnya Rp 1,95 miliar kepada Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial," kata jaksa penuntut umum KPK Muhamad Nur Azis saat membacakan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/2).

Selain itu, ia juga didakwa menyuap dua anak buah Juliari, yakni Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kemensos tahun 2020 dan Matheus Joko Santoso selaku PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos.

"Uang tersebut diberikan terkait dengan penunjukan terdakwa melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115 ribu  paket," kata jaksa Azis.

PT Tigapilar Agro Utama adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan komoditas, transportasi dan pupuk.

Selanjutnya, Juliari Peter Batubara memerintahkan Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso untuk mengumpulkan uang komitmen sebesar Rp 10 ribu per paket dan juga 'fee' operasional dari penyedia bantuan sosial sembako.

Jaksa Azis kemudian menyampaikan kronologi kasus ini. Menjelang penyaluran sembako tahap 7 yaitu pada Juli 2020, Juliari bertemu dengan Adi Wahyono, Matheus dan Kukuh untuk membagi kuota 1,9 juta paket.

Di antaranya, 300 ribu paket dikelola Adi Wahyono dan Matheus Joko untuk kepentingan 'Bina Lingkungan'. Artinya, uang suap dibagi-bagi kepada pihak Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, dan para pejabat lainnya baik di lingkungan Kementerian Sosial maupun pada kementerian dan lembaga lain yang terkait.

Berikut adalah Databoks ihwal belanja pemerintah untuk berbagai bantuan sosial (bansos) akibat pandemi Covid-19 pada 2020: 

Pada Agustus 2020, Ardian dan istrinya, Indah Budhi Safitri bertemu dengan Helmi Rivai dan Nuzulia Hamzah Nasution. Dalam pertemuan itu, Nuzulia menyampaikan ada "fee" bila PT Tigapilar ditunjuk sebagai penyedia bansos. Ardian menyanggupinya.

Pada 14 September 2020, PT Tigapilar dinyatakan sebagai penyedia 20 ribu paket sembako untuk bansos tahap 9. Nuzulia lalu meminta "fee" sebesar Rp 30.000 per paket.

Pada September 2020 di kantor PT Tigapilar, Nuzulia dan Helmi Rivai kembali meminta "fee" sebesar Rp 600 juta kepada Ardian, uang operasional sebesar Rp 40 juta dan mobil operasional.

"Pada 11 September 2020, terdakwa Ardian mentransfer uang operasional sebesar Rp 40 juta ke rekening Nuzulia dan menyewa mobil Honda Mobilio sebagai mobil operasionalnya," kata jaksa.

Lebih lanjut, Ardian memberikan uang komitmen "fee" sebesar Rp 600 juta kepada Kemensos melalui Nuzulia. Uang itu diberikan secara bertahap antara 16-22 September 2020.

Pada 14 Oktober 2020, Nuzulia mentransfer uang Rp 200 juta kepada Ardian. Ia meminta agar Ardian menambahkan Rp 600 juta untuk diberikan kepada Matheus Joko Santoso. Ardian menyanggupinya, dan pada 15 Oktober 2020, ia memberikan "fee" Rp 800 juta kepada Matheus di kantor Kementerian Sosial.

PT Tigapilar Agro Utama kembali mendapat proyek penyaluran bansos tahap 10 sebanyak 50 ribu paket. Untuk itu, Ardian kembali memberikan "fee" sebesar Rp 800 juta kepada Kemensos melalui Nuzulia. 

Pada tahap 11, PT Tigapilar Agro Utama mendapat jatah 20.000 paket bansos, sehingga Ardian memberikan fee Rp 700 juta melalui Nuzulia. 

Pada tahap 12, PT Tigapilar Agro Utama mendapat sebanyak 25.000 paket, dengan fee senilai Rp 800 juta diberikan melalui Matheus Joko Santoso .

Atas perbuatannya, Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban. Pasal tersebut memuat ancaman hukuman penjara antara 1-5 tahun serta denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta.

Terhadap dakwaan tersebut, Ardian tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada 3 Maret 2021.

Reporter: Antara