Setahun Pandemi di RI, Perang Lawan Covid-19 Belum Usai

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Petugas medis melakukan tes Swab COVID-19 kepada penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5). Indonesia telah memasuki satu tahun pandemi corona.
2/3/2021, 11.57 WIB

Tepat setahun lalu Indonesia mencatatkan kasus pertama Covid-19. Dalam rentang waktu tersebut, Indonesia belum bisa mengendalikan pandemi.

Ahli Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan pemerintah Indonesia sudah banyak belajar menangani pandemi dalam setahun terakhir. Namun, perang melawan memang pandemi belumlah berakhir.

Apalagi virus corona telah menimbulkan multiefek ke berbagai sektor. Sehingga Indonesia membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk memperbaiki kondisi setelah terdampak pandemi.

"Setidaknya Indonesia masih perlu waktu dua tahun," kata Dicky ke Katadata.co.id pada Senin (1/3).

Dari sektor kesehatan, Dicky mengatakan bahwa Indonesia belum bisa mengendalikan pandemi. Itu tercermin dari jumlah kasus Covid-19 per 1 Maret 2021 sudah mencapai 1.341.314 orang.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.151.915 orang telah berhasil sembuh dari infeksi virus corona. Sedangkan 153.074 orang masih dalam perawatan dan 36.325 jiwa tewas akibat virus tersebut.

Selain itu, tingkat tes positif di Indonesia selalu di atas 10% sejak awal pandemi. Bahkan dalam dua bulan terakhir, positive rate di Tanah Air berada di atas 20%.

"Itu merupakan pekerjaan rumah yang menumpuk dan tidak bisa diselesaikan dalam waktu semalam, harus bertahap, dengan strategi yang cermat dan komprehensif," ujar dia.

Beberapa strategi yang harus diperkuat oleh pemerintah yaitu testing, tracing, dan treatment (3T). Strategi tersebut bisa berjalan beriringan dengan upaya vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan.


Vaksinasi Bukan Solusi Pandemi

Berdasarkan catatan Dicky, pemerintah Indonesia memiliki capaian positif dan negatif. Dari sisi positif, pemerintah sudah mampu melaksankaan vaksinasi Covid-19.

Bahkan, pemerintah Indonesia ikut tergabung dalam COVAX untuk memastikan suplai vaksin di dalam negeri. Namun, Dicky mengatakan, vaksinasi bukanlah solusi mengatasi pandemi.

Strategi 3T justru tetap harus dijalankan untuk memutus mata rantai virus corona. "Kita tidak bisa menempatkan vaksinasi menjadi solusi, karena kalau 3T tidak memadai, pengendalian pandemi akan semakin jauh," katanya.

Dia pun menilai performa 3T Indonesia stabil rendah selama satu tahun terakhir. Hal itu menyebabkan gelombang pertama Covid-19 di Indonesia tidak juga berakhir. Bahkan gelombang pandemi semakin menguat dan memanjang.

Selain itu, tingkat kematian akibat Covid-19 di Tanah Air juga masih tinggi. Hal itu terjadi lantaran pemerintah kurang gencar melaksanakan 3T.

Selain itu, pemerintah hanya memiliki rencana dan wacana tanpa ada aksi nyata dalam menanganipandemi. Misalnya, wacana penggunaan tes antigen untuk meningkatkan tes dan pelacakan yang belum juga dijalankan oleh pemerintah.

Di sisi lain, Direktur Kebijakan Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda, mengatakan bahwa upaya pemerintah untuk melaksanakan 3T memang belum optimal. Pemerintah justru fokus melaksanakan vaksinasi.

Selain itu, dia menilai sejumlah strategi pemerintah tidak berfokus pada penanganan pandemi yang benar. Seperti komnukasi risiko dan publik pemerintah yang cenderung meremehkan penyakit Covid-19. Hal itu terlihat komunikasi publik yang menampakkan situasi pandemi di Indonesia baik-baik saja.

Dari sisi kebijakan, menurut dia, regulasi pemerintah bertentangan dengan Undang-undang Kesehatan. Seperti vaksinasi gotong royong dan hukuman bagi masyarakat yang menolak vaksin. Sedangkan dari sisi anggaran, Olivia menyebut pemerintah belum memprioritaskan layanan kesehatan.

Dicky pun setuju bahwa pemerintah harus memperbaiki komunikasi risiko. Terutama bagi pejabat pemerintah yang memberikan pernyataan harus berbasis data ilmiah.

Selain itu, dia berharap seluruh tokoh pemerintah baik pusat dan daerah, pemuka agama, tokoh masyarakat, hingga tokoh kesehatan ikut serta dalam strategi komunikasi risiko dan menjadi teladan bagi masyarakat dalam menjalankan strategi pencegahan Covid-19.

Pemerintah juga harus terus menguatkan peran komunitas/masyarakat. Terutama dalam mengimplementasikan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas), serta berkontribusi dalam upaya 3T.

Pemerintah juga perlu meningkatkan respon kesehatan terutama dalam mendeteksi strain baru. Menurut dia, surveilans genom di Indonesia masih terbatas untuk mendeteksi varian baru virus corona.

Dalam cakupan yang lebih luas, Dicky mengimbau pemerintah mengambil peran yang lebih besar di kawasan Asia Tenggara. Menurutnya, Indonesia harus memiliki teman kolaborasi dalam penanganan pandemi di kawasan tersebut.

"Ini bisa menciptakan arah dan tujuan bersama dalam upaya 3T dan vaksinasi," ujarnya.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan