Ombudsman Periksa Mekanisme Kebijakan Impor 1 Juta Ton Beras

ANTARA FOTO/ Reno Esnir/aww
Pekerja menata karung berisi beras di Gudang Bulog Kanwil DKI dan Banten, Kelapa Gading, Jakarta, Kamis (18/3/2021). Ombudsman RI ikut periksa mekanisme impor satu juta beras.
24/3/2021, 19.00 WIB

Ombudsman RI akan ikut memeriksa keputusan impor satu juta ton beras yang dilakukan Pemerintah. Ini lantaran menurut mereka ada dugaan potensi maladministrasi dari kebijakan tersebut.  

Angota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan mekanisme rapat koordinasi terbatas yang digelar oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masih belum terlalu jelas. Oleh sebab itu, ia akan mengumpulkan informasi terkait.

"Dalam seminggu ke depan kami kumpulkan berbagai informasi dan menyurati institusi terkait untuk meminta keterangan," kata kata Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika di kantornya, Jakarta, Rabu (24/3).

Sejumlah indikasi tersebut ialah tidak ada permasalahan produksi gabah, stok beras tidak bermasalah, serta pelaku usaha tidak ada keluhan. Ia menduga, ada yang salah dalam keputusan impor tersebut.

Yeka mengatakan keputusan impor harus berdasarkan data yang valid dan bukti yang sesuai. Sebab, komoditas beras memiliki dampak sosial dan politik yang luas. "Kalau perlu Ombudsman akan turun ke semua provinsi yang ada," katanya. 

Sebelumnyab Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Januari-April 2021 produksi beras berpotensi naik 26,8 persen dari periode yang sama tahun lalu menjadi 14,5 juta ton.

Sementara, stok beras milik Perum Bulog per 14 Maret 2021 mencapai angka 883.585 ton dengan rincian 859.877 ton merupakan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 23.708 ton stok beras komersial.

Dari jumlah stok CBP tersebut, terdapat stok beras yang berpotensi turun mutu sekitar 400 ribu ton. Beras turun mutu itu berasal dari pengadaan dalam negeri pada 2018-2019 dan sisa impor pada 2018.

Dengan demikian, stok beras yang layak konsumsi kurang dari 500 ribu ton atau sekitar 20% dari kebutuhan beras rata-rata tiap bulan sebesar 2,5 juta ton.  Ombudsman masih mempertanyakan apakah jumlah beras di gudang Bulog itu patut dikhawatirkan.

"Karena pada Maret 2018, stok beras Bulog 600 ribuan, tidak ada masalah. Masa lalu juga pernah stok beras 400 ribu ton, tak ada masalah," kata Yeka.

Selain di Bulog, pasokan beras domestik juga tersedia di penggilingan padi, masyarakat, hingga restoran. Kementerian Perdagangan mencatat pada Februari 2021, stok beras yang ada di penggilingan padi sebesar 1 juta ton.

Kemudian, stok beras di lumbung padi masyarakat 6,3 ribu ton, stok di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) sekitar 30,6 ribu ton, stok di hotel, restoran, dan kafe sekitar 260 ribu ton, dan di rumah tangga sekitar 3,2 juta ton.

Sedangkan stok beras di PIBC masih 3.300 sampai 3.500 ton per hari atauu di atas angka aman tiga ribu ton per hari. "Jadi Ombudsman menilai stok beras nasional relatif aman dan tidak pelru impor dalam waktu dekat," katanya.

Adapun pemerintah belum merespons rencana Ombudsman masuk meneliti impor beras ini. Telpon dan pesan singkat Katadata.co.id ke Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Didi Sumedi, hingga Deuti Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud belum direspons.

Sebelumnya Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengaku tidak mengetahui keputusan impor lantaran tidak dibahas dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas).

"Kami diberi penugasan tiba-tiba untuk laksanakan impor," kata pria yang biasa disapa Buwas itu dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Legislasi DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (16/3).

Senada dengan Buwas, Kepala BPS Suhariyanto juga mengaku tidak diajak membahas rencana impor beras. Ia mengakui potensi cuaca buruk yang bisa berdampak pada penurunan produksi.

Meski demikian, potensi puso tidak seburuk yang diperkirakan. Oleh sebab itu Suhariyanto menilai impor belum perlu dilakukan apalagi harga beras amat stabil dua tahun belakangan.

Adapun Muhammad Lutfi mengatakan keputusan impor beras telah diputuskan pada tingkat rapat kabinet saat ia belum menjabat sebagai menteri. Rapat tersebut setingkat lebih tinggi dari rapat koordinasi (rakor) yang digelar Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian.

"Sudah ada notulen rapat di tingkat kabinet yang putuskan bahwa Bulog untuk 2021 itu mesti punya cadangan iron stock, salah satunya pengadaaan 500 ribu bisa dari impor," kata Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Senin (22/3).

Oleh karena itu, ia menghitung ketersediaan cadangan beras pemerintah yang berada di Bulog. Iron stock Bulog harus berkisar 1 juta-1,5 juta ton agar leluasa mengucurkan bantuan jika terjadi bencana maupun untuk intervensi pasar.

Namun, stok beras Bulog saat ini hanya sebanyak 800 ribu ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 270 ribu ton beras merupakan beras bekas impor 2018 lalu yang telah mengalami penurunan mutu.

Dengan demikian, stok beras layak konsumsi di gudang Bulog sekarang hanya sekitar 500 ribu ton. Stok tersebut merupakan yang terendah dalam sejarah Bulog. "Dengan stok 500 ribu ton, pemerintah bisa dipojokkan oleh pedagang dan spekulan. Kalau harga naik, saya juga yang salah," kata Lutfi.

Reporter: Rizky Alika