Prioritas Riset EBT Jokowi: Baterai Listrik, Panas Bumi hingga Nuklir

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Karyawan mengganti baterai sepeda motor listrik di Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU), Gedung Direktorat Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM), Jakarta, Senin (21/12/2020). Presiden Joko Widodo menyiapkan lima energi prioritas dalam riset EBT hingga 2024.
20/4/2021, 16.42 WIB

Pemerintah tengah mendorong penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber energi andalan. Untuk itu, mereka merancang lima prioritas riset nasional 2020-2024 terkait EBT, yaitu baterai listrik hingga teknologi nuklir.

Hal tersebut disampaikan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro usai menghadiri rapat paripurna dengan Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Selasa (20/4). Bambang mengatakan riset ini akan memastikan ketersediaan energi ke arah terbarukan.

"Untuk memastikan ketersediaan energi sekaligus ubah komposisi energi ke EBT, inovasi dan kesiapan teknologi sangat dibutuhkan," kata Bambang.

Riset pertama ialah bahan bakar nabati yang seperti bensin diesel dan avtur dengan bahan baku kelapa sawit hingga 100 persen. Saat ini, Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menghasilkan produk-produk inovasi di bidang katalis.

Penelitian tersebut telah diuji coba pada kilang PT Pertamina (Persero). Bambang berharap, produk riset tersebut bisa diproduksi untuk memenuhi kebutuhan bensin diesel dan avtur. "Dan tentu tujuan akhirnya bisa mengurangi impor BBM," ujar Bambang.

Selanjutnya, riset terkait biogas berbasis limbah sawit sebagai alternatif terbaik untuk penyediaan listrik di tempat terpencil. Bambang mengatakan teknologi ini sudah dikembangkan di beberapa tempat kecil. "Harapannya bisa dipakai secara luas," katanya.

Berikutnya, riset Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) skala kecil. Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kandungan panas bumi di dunia namun pemanfaatannya masih sedikit.

Salah satu kendalanya, PLTP skala besar membutuhkan dana investasi yang mahal. Untuk itu, Kementerian Ristek mendorong pembangkit skala kecil yang akan dikembangkan di wilayah dengan kandungan panas bumi. "Sehingga listrik yang dihasilkan akan bermanfaat bagi daerah sekitar," ujar Bambang.

Kemudian, riset baterai listrik dengan kemampuan pengisian daya cepat untuk kendaraan listrik serta battery swapping technology. Bambang berharap, teknologi tersebut bisa mengurangi emisi karbon saat kendaraan listrik telah digunakan di pasaran.

Selain itu, pihaknya akan melakukan persiapan untuk pengembangan teknologi nuklir. Pemerintah ingin memastikan, kebutuhan listrik memadai saat terjadi pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, pemerintah tetap berkomitmen pada Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement). Unuk itu, mereka berupaya memastikan keamanan dari pengembangan teknologi nuklir, baik dari segi lokasi dan pengembangan teknologi.

Tak hanya itu, pemerintah akan mengembangkan penelitian berbasis ekonomi sirkular demia mengolah energi dari kegiatan ekonomi. Oleh sebab itu Bambang  berharap pembangkit listrik seperti berbasis sampah dapat dikembangkan di berbagai kota besar.

"Teknologi pembangkit listrik berbasis pengolahan sampah harus terus dikembangkan dengan memperhatikan berbagai jenis sampah yang muncul di Indonesia," ujar dia.

Saat ini, pemanfaatan EBT di Indonesia baru mencapai 10,5 gigawatt. Untuk itu, seluruh riset tersebut diharapkan bisa meningkatkan pemanfaatan EBT menjadi 24 ribu megawat pada 2025. Bauran EBT tersebut ditargetkan terus meningkat hingga 38 ribu megawatt pada 2035. 

Reporter: Rizky Alika