Sengkarut Mafia Karantina dan Alat Tes Covid-19 di Bandara

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus (kedua kiri) bersama Kapolresta Bandara Soekarno Hatta Kombes Pol Adi Ferdian Saputra (kedua kanan), Kepala Kantor Imigrasi Bandara Soetta Romi (kanan) dan Kepala KKP Darmawali Handoko (kiri) memberikan keterangan pers terkait kejahatan pelanggaraan kekarantinaan warga negara India di Mapolres Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (28/4/2021).
Penulis: Pingit Aria
30/4/2021, 15.50 WIB

Beberapa waktu belakangan diketahui bahwa ada mafia karantina di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang yang meloloskan penumpang dari luar negeri tanpa karantina dengan imbalan sejumlah uang. Sementara di Bandara Kualanamu, Medan, sejumlah petugas ditangkap karena mendaur ulang alat tes Covid-19 bekas.

Di Bandara Soekarno-Hatta, cerita bermula dari seorang warga negara Indonesia (WNI) berinisial JD yang baru saja pulang dari India. Ia lolos tanpa proses karantina, padahal sesuai ketentuan, WNI dan WNA dari India harus karantina selama 14 hari karena adanya mutasi virus corona B.1617.

JD lolos dari proses karantina setelah membayar Rp 6,5 juta kepada mafia di Bandara Soekarno Hatta yang terdiri dari RW, S, dan GC. Dalam interaksinya, RW dan S mengaku sebagai petugas bandara.

Polisi mengungkapkan, kedua oknum tersebut memiliki kartu pass bandara dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta. "Mereka pensiunan dari pariwisata DKI," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus kepada wartawan, Rabu (28/4/2021).

Adapun GC berperan mengatur alur data, hingga seolah masuk sistem karantina Kementerian Kesehatan, namun penumpang bisa langsung keluar bandara. Di antara komplotan ini, GC mendapat jatah paling besar, yakni Rp 4 juta dari tiap penumpang.

Selain kasus JD, komplotan RW, S, dan GC juga pernah dua kali meloloskan WNA dari India yang masuk Indonesia tanpa proses karantina kesehatan.

Bantahan Dinas Pariwisata dan Angkasa Pura II

Namun, keterangan polisi itu dibantah oleh Pelaksana tugas (Plt) Disparekraf DKI Jakarta Gumilar Ekalaya. "Dua oknum tersebut bukan ASN maupun pensiunan ASN,” katanya melalui keterangan resmi, Kamis (29/4). Menurutnya, kedua oknum tersebut juga tidak pernah tercatat sebagai pegawai Penyedia Jasa Perorangan Lainnya (PJLP) Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa Disparekraf DKI Jakarta memang memiliki booth Tourist Information Center (TIC) yang terletak di Terminal Kedatangan 2 D Bandara Soekarno-Hatta. Mereka juga menugaskan pegawai PJLP untuk memberikan informasi pariwisata kepada para wisatawan. Namun, mereka tidak memiliki akses khusus di area terbatas bandara.

Di pihak lain, PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II melalui Executive General Manager Bandara Soekarno-Hatta Agus Haryadi menyatakan bahwa oknum yang meloloskan proses karantina tersebut bukanlah petugas bandara. “Kami sudah melakukan pengecekan, dan memastikan bahwa dua oknum itu bukan petugas Bandara Soekarno-Hatta,” ujarnya.

Databoks berikut menunjukkan angka kematian akibat Covid-19 di India, dibandingkan negara-negara lain:  

Sementara itu, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mendukung sepenuhnya penyelidikan polisi terhadap oknum mafia karantina di Bandara Soekarno Hatta. “Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah I yang merupakan bagian dari Ditjen Perhubungan Udara dan membawahi wilayah kerja Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta, siap bekerja sama untuk kelancaran proses investigasi,” kata Novie.

Terkait kartu pas bandara yang memungkinkan petugas untuk mendapatkan akses khusus di dalam bandara, lanjut Novie, memang diterbitkan oleh Kantor Otoritas Bandara Wilayah I Soekarno Hatta. Namun, ia menilai proses penerbitan pas bandara sesuai ketentuan.

Ketentuan yang dimaksud adalah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 33 Tahun 2015 tentang Pengendalian Jalan Masuk (Access Control) ke Daerah Keamanan Terbatas di Bandar Udara. Menurut Novie, penerbitan kartu pas bandara dilakukan dengan tahapan yang ketat.

Kasus Kimia Farma di Bandara Kuala Namu

Sementara itu, Polda Sumatera Utara menangkap lima orang tersangka dalam kasus penggunaan alat tes antigen bekas di Bandara Kualanamu pada Selasa (27/4). Kelima tersangka berinisial PC, DP, SP, NR, dan RN.

Dari kelima pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, satu adalah sebagai Business Manager yang bertugas di Kimia Farma kota Medan. “Sedangkan empat lainnya adalah pegawai kontrak yang direkrut oleh business manager ini untuk melakukan tindak pidana daur ulang stik swab antigen tersebut,” kata Kapolda Sumut, Irjen Panca Putra di Mapolda Sumut, seperti dikutip dari siaran Kompas TV, Jumat (30/4).

Panca mengatakan, modus yang dilakukan oleh para pelaku yaitu dengan mendaur ulang stik yang digunakan untuk tes swab antigen. Stik bekas itu kemudian dicuci, dibersihkan, dan dikemas kembali untuk digunakan kepada orang lain.

Kelima tersangka dijerat Pasal 98 ayat (3) Jo pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Selain itu, para tersangka juga dijerat dengan Pasal 8 huruf (b), (d) dan (e) Jo pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp2 miliar.

PT Kimia Farma Tbk pun telah memecat oknum petugas yang menggunakan alat tes antigen bekas di Bandara Kualanamu, Medan.

“Selain pemecatan oknum petugas, Kimia Farma juga menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada pihak yang berwajib untuk dapat diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang–undangan yang berlaku,” demikian pernyataan resmi PT Kimia Farma, Jumat (30/4).

Agar peristiwa ini tak terulang, PT Kimia Farma berkomitmen untuk mengevaluasi dan menguatkan pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) guna memastikan seluruh kegiatan operasional sesuai ketentuan yang berlaku.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi