Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI melakukan kajian terkait efektivitas vaksin virus corona Sinovac kepada 128.290 tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta sepanjang 13 Januari sampai 18 Maret 2021. Hasilnya menunjukkan dua dosis vaksinasi lengkap dinilai efektif dalam menurunkan risiko Covid-19, mulai dari pasien tidak bergejala, perawatan hingga kematian.
Melansir situs resmi Covid19.go.id, hasil kajian tersebut menunjukkan, vaksinasi dengan dua dosis Sinovac efektif hingga 94% untuk mencegah risiko bergejala, 96% mencegah perawatan, dan 98% mencegah risiko kematian akibat Covid-19.
"Vaksinasi penuh atau lengkap akan jauh lebih efektif menurunkan risiko Covid-19 baik perawatan maupun kematian," kata Ketua Tim Peneliti Efektivitas Vaksin Kementerian Kesehatan dikutip dari laporan hasil kajian tersebut, Rabu (12/5).
Dalam proses penelitian ini, para relawan dipantau dari sejak penyuntikan dosis pertama maupun dosis kedua. Mereka dipantau hingga 63 hari setelah penyuntikan dilakukan.
Kemenkes juga menyebutkan ada tiga keterbatasan dalam studi mereka soal vaksin Sinovac. Pertama, terkait inakurasi waktu terjadinya 'event' sakit sesungguhnya.
Kedua, soal analisis yang mengacu pada tanggal pelaporan dan periode pengamatan yang ditentukan. Ketiga, tentang kemungkinan terjadi under-testing dan testing hanya dilakukan pada mereka yang bergejala.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, per 17 Mei 2021, jumlah masyarakat yang telah divaksinasi Covid-19 dosis kedua sudah mencapai 9.066.982. Sementara, jumlah orang yang sudah melakukan vaksinasi pertama mencapai 13.803.055. Masyarakat yang sudah divaksinasi dari kalangan tenaga kesehatan, petugas publik, dan lansia. Mereka adalah sasaran pada program vaksinasi tahap kedua.
Pemerintah menargetkan sasaran vaksinasi SDM Kesehatan, petugas publik dan lansia mencapai 40.349.049. Adapun target sasaran vaksinasi secara keseluruhan adalah 181.554.465.
Satgas Penanganan Covid-19 berpesan agar masyarakat menyukseskan program vaksinasi Covid-19 dan tetap disiplin protokol kesehatan 3M: Memakai masker, Menjaga jarak serta hindari kerumunan, dan rutin Mencuci tangan pakai sabun di air mengalir atau menggunakan hand sanitizer.
Diusulkan Masuk Jurnal Internasional
Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengusulkan agar hasil penelitian Kementerian Kesehatan terhadap efektivitas vaksin Sinovac dipublikasikan melalui jurnal internasional.
"Usul saya adalah agar hasil penelitian Balitbangkes ini di publikasi di peer reviewed international journals karena biasanya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan organisasi ilmiah internasional lainnya akan menggunakan jurnal internasional sebagai dasar pengambilan kebijakan," katanya seperti dikutip Antara, Senin (17/5).
Tjandra yang juga aktif sebagai anggota Independent Advisory Vaccine Group (IAVG) itu mengatakan vaksin Sinovac hingga saat ini belum memperoleh Emergency Use of Listing (EUL) dari WHO. Padahal, EUL cukup penting dimiliki produk vaksin Covid-19 agar mendapat legalisasi internasional, sebab beberapa negara di dunia menggunakan jenis vaksin yang berbeda.
Dia menceritakan contoh kasus yang dialami dua anaknya setelah sepekan berada di New York Amerika Serikat (AS). Mereka diminta otoritas setempat untuk diimunisasi ulang menggunakan vaksin yang sudah disetujui Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan AS. Padahal, mereka sudah divaksin Sinovac di Indonesia sebelum ke negara tersebut.
"Bingung juga memutuskannya, nggak ada kepustakaannya yang sudah dapat Sinovac lalu harus dapat Pfizer atau Moderna lagi," katanya.
Efektivitas Vaksin Sinovac di Negara Lain
Studi di Chili mengungkapkan efektivitas vaksin Covid-19 Sinovac lebih rendah dari hasil kajian di Indonesia. Vaksin Sinovac di negara tersebut 67% efektif mencegah kasus COVID-19 bergejala.
Sementara untuk mencegah kasus COVID-19 berat yang membutuhkan rawat inap, efektivitasnya mencapai 85%. Kemudian, untuk mencegah kasus kematian akibat COVID-19 berada di angka 80%.
Studi di Chili mengamati dampak vaksinasi Sinovac sepanjang 2 Februari-1 April 2021. Studi ini melibatkan 10,5 juta warganya yang sudah divaksinasi dan belum menerima vaksin Corona. Interval vaksin Corona Sinovac atau pemberian dosis kedua rata-rata berada di 28 hari.
"Ini adalah 'game changer' untuk vaksin Sinovac dan saya pikir itu meratifikasi cukup grafis diskusi tentang kemanjurannya," kata Rodrigo Yanez, wakil menteri perdagangan Chili, kepada Reuters pertengahan April lalu. Dia mengatakan hasil kajian ini dapat membantu WHO untuk segera memberikan izin EUL.
Turki merilis hasil uji klinis dengan hasil efektivitas vaksin Sinovac mencapai 91,25%. Uji klinis ini melibatkan 1.322 orang yang telah diuji dari total sebanyak 7.000 relawan.
Brazil juga melakukan uji klinis terhadap vaksin corona Sinovac. Negara tersebut melaporkan hasilnya menunjukkan tingkat efektivitas vaksin mencapai 78% dalam kasus ringan dan 100% dalam kasus sedang dan berat. Brazil melakukan uji klinik fase 3 atas vaksin Covid-19 Sinovac dengan melibatkan 12 ribu tenaga kesehatan.
Sebagai gambaran, tingkat efikasi ini sudah cukup memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk di suntikkan kepada masyarakat. Standar minmum tingkat efikasi sebuah produk vaksin yang direkomendasikan WHO harus di atas 50%.
Vaksin Sinovac dikembangkan oleh sebuah perusahaan biofarmasi di Tiongkok, yaitu Sinovac Biotech. Vaksin tersebut menggunakan metode inactivated atau dibuat menggunakan versi tidak aktif dari virus corona. Sejauh ini Tiongkok sudah mendistribusikan ratusan juta vaksin ke berbagai negara.