Arahan Jokowi Soal Penghentian Pegawai KPK Dinilai Intervensi Positif

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Antikorupsi menabuh kentongan saat melakukan aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/5/2021). Aksi tersebut merupakan bentuk dukungan kepada 75 pegawai KPK yang dinyatakan nonaktif setelah tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
20/5/2021, 08.19 WIB

Presiden Joko Widodo meminta hasil tes wawasan kebangsaan tidak serta merta menjadi dasar untuk memberhentikan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos. Arahan Jokowi ini bagaikan dua sisi mata uang.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai, arahan tersebut baik bagi 75 pegawai KPK, namun arahan itu juga membuka ruang intervensi pemerintah.

"Pidato Presiden menjadi bukti Presiden bisa intervensi KPK, meskipun intervensi kali ini dipandang positif," kata Zaenur kepada Katadata, Rabu (19/5).

Menurutnya, Presiden bisa turun tangan dalam kontroversi tes wawasan kebangsaan lantaran pegawai komisi antirasuah itu tengah alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sementara, Presiden merupakan pembina tertinggi dari kepegawaian ASN.

Meski begitu, arahan Jokowi tersebut dianggap rancu lantaran KPK merupakan lembaga independen. Sementara, lembaga independen tidak bisa diperintah oleh Presiden.

Simak Databoks berikut: 

Dengan beralih status menjadi ASN, sistem manajemen ASN juga akan berlaku penuh bagi pegawai gedung Merah Putih tersebut. Zaenur mengatakan, ada budaya ASN yang mau tidak mau akan diadopsi KPK.

"Kalau rekrutmen, harus ada usulan formasi, libatkan lembaga lain seperti BKN (Badan Kepegawain Negara) dan Kemenpan RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi)," ujar dia.

Di sisi lain, Zaenur juga menyoroti kalimat pidato Jokowi yang dianggap bersayap. Sebab, Kepala Negara itu mengatakan hasil tes wawasan kebangsaan hendaknya tidak serta merta dijadikan dasar pemberhentian 75 pegawai.

"Kata serta-merta bersayap, berarti bisa dong jika selain tes wawasan kebangsaan dijadikan alasan pemberhentian," katanya. Selain itu, pelaksanaan pendidikan kedinasan dikhawatirkan menggunakan mekanisme kelulusan.

Sementara, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengapresiasi langkah Jokowi yang sudah bersedia turun tangan untuk menghentikan polemik 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.

Menurutnya, langkah Jokowi bukan sebuah intervensi. Namun, hal itu merupakan tanggung jawab Presiden untuk memastikan upaya pemberantas korupsi terus berjalan, termasuk di KPK.

Polemik yang berkepanjangan akan menyebabkan KPK tidak produktif dalam bekerja. "Maka, ini harus dihentikan dan kemudian mau tidak mau harus berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan tidak boleh merugikan pegawai KPK dalam proses peralihan ASN," kata dia.

Reporter: Rizky Alika