Sebanyak sembilan relawan menjalankan pemeriksaan usai menerima vaksin Nusantara. Hasil sementara menunjukkan, vaksin Covid-19 besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu dianggap memiliki daya perlindungan lebih baik dibandingkan Sinovac.
"Semua relawan memiliki daya proteksi, tapi kadar antibodinya variasi. Ini aneh dibanding vaksin konvensional," kata Pakar Biologi Molekuler sekaligus pendiri Profesor Nidom Foundation (PNF), Chairul Anwar Nidom kepada Katadata.co.id, Kamis (3/6).
Sebelum pengujian vaksin Nusantara, Nidom melakukan pengukuran antibodi pada penerima vaksin Sinovac. Pengukuran dilakukan satu bulan setelah penerima vaksin mendapatkan suntikan dosis kedua.
Sampel tersebut dipilih secara acak. Pengukuran dilakukan dengan mengecek antibodi IgG dalam aliran darah penerima vaksin. Uji coba itu menunjukkan ada tiga kategori antibodi dan daya proteksi.
Pertama, penerima vaksin memiliki antibodi dan daya proteksi. Kedua, penerima vaksin memiliki antibodi yang tinggi, tapi tidak memiliki daya proteksi. Terakhir, penerima vaksin asal Tiongkok itu tidak memiliki antibodi dan daya proteksi.
Data tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan kepada sembilan relawan yang telah menerima vaksin Nusantara pada 4 Mei lalu.
Nidom melakukan pengambilan sampel darah untuk pengukuran antibodi setelah 17 hari setelah vaksinasi. Saat itu, para relawan juga melakukan tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
Nidom mengatakan, hasil uji coba menunjukkan kadar antibodi sembilan relawan berbeda-beda. Sejumlah relawan memiliki titer antibodi di atas 200.
Beberapa relawan lainnya pun memiliki titer antibodi 160. Nidom mengatakan, standar titer antibodi pada vaksin konvensional ialah 100.
"Jadi kalau titer antibodi 160, menurut kriteria vaksin konvensional tidak memiliki daya protektif karena antibodi terlalu rendah," ujar dia. Namun, hasil uji coba menunjukkan sembilan relawan memiliki daya proteksi terhadap virus Covid-19.
Salah seorang relawan vaksin Nusantara, Nicky Yusnanda (27) mengatakan ia telah menerima vaksin Nusantara pada 4 Mei lalu. Kemudian, ia diambil sampel darahnya pada 21 Mei.
Pemeriksaan yang dilakukan merupakan skrining serologis Covid-19 dengan metode sandwich elisa spike-RBD & neutralization test. Hasilnya, titer antibodi sebesar 200 dan daya protektif antibodi sebesar 51,24%. Nicky dinyatakan memiliki antibodi dan daya proteksi terhadap SARS CoV-2.
Nicky mengatakan tidak pernah menerima vaksin corona lainnya dan tak pernah tertular Covid-19. "Hasil swab PCR juga negatif," ujar dia.
Para relawan penerima vaksin Nusantara ini harus memenuhi kriteria tidak boleh menerima vaksin Covid-19 lain, tidak boleh sedang hamil, dan tidak tertular Covid-19 dalam tiga bulan terakhir.
Nidom mengatakan dari sembilan relawan tersebut, ada satu relawan vaksin Nusantara yang sempat terinfeksi Covid-19 pada Januari 2021. Ia kemudian menerima vaksin berbasis sel dendritik itu lantaran telah sembuh dari virus corona selama lebih dari tiga bulan. Hasilnya, penyintas Covid-19 itu memiliki titer antibodi 400 dan daya proteksi 95%.
Pengukuran antibodi relawan dilakukan dengan alat Elise Spot untuk hewan. Alasannya, pihaknya belum memiliki Elise Spot untuk manusia."Namun kami modifikasi. Tetap yang diperiksa IgG dan IL-6. Perbedaan metode ini tidak terlalu signifikan," ujar dia.
Pihaknya pun tengah memesan alat Elise Spot untuk manusia. Uji coba dengan alat tersebut akan dilakukan pada tahap kedua.
Vaksin Nusantara ini memakai sel dendritik yang kerap dipakai untuk pengobatan kanker. Dalam dunia kedokteran, sel dendritik merupakan sel imun yang terbentuk di luar tubuh dengan antigen khusus.
Untuk vaksin Nusantara, antigennya merupakan produksi perusahaan AS, LakePharma. Prosesnya berawal dari pengambilan darah pasien. Lalu, sel darah putih dikenalkan dengan rekombinan SARS-CoV-2 alias Covid-19. Proses ini memakan waktu tiga hari sampai seminggu. Setelah itu, hasilnya disuntikkan kembali ke dalam tubuh pasien.
Teknologi anyar ini menuai kritik karena terlalu rumit dan mahal untuk pembuatan vaksin. “Memang ada yang mau diambil darahnya terus disuntikkan lagi? Diambil darah untuk donor saja banyak yang tidak mau,”kata ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono kepada VOA.