Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa masyarakat Indonesia semakin anti korupsi, tercermin dari Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) tahun ini sebesar 3,88, lebih tinggi dari 3,84 pada 2020.
Nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin anti korupsi, sedangkan masyarakat dianggap semakin permisif terhadap korupsi jika mendekati 0. IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu dimensi persepsi dan dimensi pengalaman.
Nilai indeks persepsi 2021 sebesar 3,83 meningkat 0,15 poin dibandingkan indeks tahun sebelumnya yakni 3,68. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, persepsi masyarakat terhadap korupsi yang meningkat didorong peningkatan persepsi nilai-nilai anti korupsi di lingkup keluarga dan komunitas.
"Di lingkungan keluarga, ini terlihat dari sikap istri yang mulai mempertanyakan saat menerima uang tambahan dari suami, di luar gaji atau penghasilan yang biasa diterima," ujar Suhariyanto dalam Konferensi Pers, Selasa (15/6).
Sementara di lingkungan komunitas, menurut Suhariyanto, ini terlihat dari meningkatnya persepsi tidak wajar masyarakat terhadap pemberian uang, barang, atau fasilitas kepada pegawai publik ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan atau menjelang hari raya keagamaan. Kendati demikian, persentase masyarakat yang menganggap tidak wajar perilaku korupsi di lingkup publik menurun. Salah satunya dalam memberi uang, barang, atau fasilitas kepada penegak hukum untuk mempercepat pengurusan SIM, STNK, SKCK, dan lainnya.
Adapun BPS melihat,pengalaman masyarakat terhadap korupsi pada 2021 sedikit menurun denga indeks tercatat 3,9% pada 2021, dari sebelumnya 3,91% pada 2020. Penurunan terjadi pada sub dimensi pengalaman masyarakat mengakses layanan publik.
Menurut BPS, IPAK masyarakat perkotaan 2021 tercatat lebih tinggi yaitu 3,92, dibanding masyarakat perdesaan yang sebesar 3,83. Semakin tinggi pendidikan, masyarakat cenderung semakin anti korupsi. Pada 2021, IPAK masyarakat berpendidikan di bawah SLTA sebesar 3,83, setara SLTA sebesar 3,92, dan di atas SLTA sebesar 3,99.
Masyarakat usia 40 tahun ke bawah dan 40–59 tahun sedikit lebih anti korupsi. Tahun ini, IPAK masyarakat berusia di bawah 40 tahun sebesar 3,89, usia 40–59 tahun sebesar 3,88, dan usia 60 tahun atau lebih sebesar 3,87.
Hal yang berbeda pernah diungkapkan Transparency International (TI). Lembaga ini melihat, indikator korupsi di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terlihat dari menurunnya skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 yang hanya sebesar 37 poin, lebih rendah tiga poin dari 2019.
TI menggunakan skala 0-100 dalam mengukur IPK. Skor nol menunjukkan sebuah negara sangat korup. Sebaliknya, skor 100 menunjukkan sebuah negara sangat bersih dari korupsi. Dengan skor saat ini, berarti permasalahan korupsi di Indonesia masih mengkhawatirkan.
Dari 180 negara dunia dalam penilaian TI, IPK Indonesia bertengger di peringkat ke-102 pada 2020, selevel dengan Gambia yang punya skor sama. Ini adalah sebuah ironi, mengingat Gambia baru lebih kurang empat tahun lepas dari 22 tahun masa kepemimpinan rezim Yahya Jammeh yang korup.
Indonesia sudah 22 tahun mengalami reformasi sejak tumbangnya rezim Soeharto pada 1998. Salah satu hasil dari reformasi adalah terbentuknya UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian berubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.