Ahli Epidemiologi Minta Pembatasan Kegiatan Diperketat di Seluruh Jawa

ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc.
Petugas medis (kiri) melakukan tes usap antigen kepada calon penumpang KRL (Kereta Rel Listrik) di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Senin (21/6/2021). Ahli menyarankan pembatasan lebih ketat berlaku di seluruh Pulau Jawa
22/6/2021, 13.09 WIB

Pemerintah memperketat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro demi menekan Covid-19. Epidemiolog menilai pengetatan tersebut tidak maksimal sehingga kasus corona diperkirakan masih akan meningkat.

Sebagaimana diketahui, pemerintah memperketat sejumlah aktivitas masyarakat dengan membatasi jam operasional hingga menutup fasilitas umum di zona merah. Namun Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menilai pengetatan tidak bisa hanya dilakukan di Jakarta atau Yogyakarta saja.

Saat ini sejumlah pihak mulai menyuarakan adanya pembatasan lebih ketat seperti karantina wilayah demi memutus penularan corona. Bahkan Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono sempat menyuarakan lockdown.

Sedangkan PPKM yang lebih ketat berlaku bagi wilayah zona merah di Indonesia. Meski demikian, Dicky menyarankan pembatasan bukan saja  berlaku di zona dengan penularan tinggi namun di wilayah yang lebih luas demi memutus rantai corona.

"Harus se-Jawa. Dan itu pasti berat karena banyak persiapan ongkos sosial, politik, ekonomi," ujar dia kepada Katadata.co.id, Senin (21/6).

Dia juga memahami adanya kesulitan pemerintah sulit dalam menentukan PPKM atau lockdown secara menyeluruh karena keterbatasan anggaran. Namun, opsi tersebut tetap perlu disiapkan lantaran pengetatan diperlukan saat situasi darurat.

Sebagai contoh, pengetatan kegiatan masyarakat bisa dilakukan dengan membatasi jam operasional mal dan restoran hingga pukul 17.00. "Serta aktivitas masyarakat betul-betul dipilh mana yang esensial untuk kebutuhan publik," ujar Dicky.

Selain itu, pemerintah perlu memperkuat kemampuan deteksi kasus Covid-19 dengan menambah kapasitas pengetesan dan penelusuran. Tanpa hal ini, pembatasan aktivitas masyarakat menjadi tidak efektif.

Sedangan epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko menyarankan pemerintah memberlakukan lockdown di wilayah yang memiliki mitas virus Covid-19 varian baru. Sebab, kasus berpotensi terus menyebar ke wilayah lain seiring dengan adanya varian baru.

"Masalahnya yang zona merah, benar-benar merah tidak? Yang hijau apakah yakin hijau? Sata tidak yakin semuanya," kata Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) saat dihubungi Katadata, Senin (21/6).

Ia mengambil contoh, varian virus Covid-19 di Kudus telah menyebar hingga Pati, begitu pula sejumlah lain. "Yang saya takutkan penyebaran varian baru meluas ke daerah lain," katanya.

Adapun, lockdown yang dimaksud ialah dengan melarang orang untuk bekerja di luar tempat tinggalnya, kecuali untuk sektor esensial. Selain itu, masyarakat dilarang untuk keluar dari tempat tinggalnya, kecuali bagi pemilik surat tugas yang resmi seperti dari RT setempat.

Kemudian, belanja kebutuhan pokok perlu diatur oleh pemerintah. "Kebutuhan pokok diberikan pemerintah," ujar Miko.

Dengan pengetatan PPKM yang berlaku hari ini, Miko menilai puncak kasus corona semakin tidak terlihat. Terlebih, sejumlah fasilitas kesehatan mulai penuh dengan pasien Covid-19.

Reporter: Rizky Alika