Pasien Isolasi Mandiri Covid Kesulitan Obat dan Harganya Sangat Mahal

Muhamad Zaenuddin|Katadata
Petugas medis mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap melakukan pendataan pasien Covid-19 yang menunggu di pelataran untuk mendapatkan tempat tidur perawatan di IGD RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu, (23/6/2021).
Penulis: Yuliawati
9/7/2021, 12.24 WIB

Pasien isolasi mandiri yang terpapar Covid-19 mengalami kesulitan mendapatkan obat antivirus. Pasien perlu membayar harga obat hingga ratusan kali lipat dari Harga Eceran Tertinggi (HET) bila membelinya dari e-commerce.

Salah satu pasien Covid-19, Desy, warga Cengkareng, Jakarta Barat, sudah empat hari tak berhasil mendapatkan obat antivirus Covid-19. Desy yang dinyatakan positif Covid-19 dari hasil tes swab antigen pada Selasa (6/7) mendapatkan resep obat dan vitamin dari konsultasi dokter lewat aplikasi Halodoc.

Desy tak kesulitan memperoleh tablet mulvitamin. Namun, dia tak kunjung berhasil memperoleh obat antivirus yang diresepkan dokter yakni Oseltamivir 75 mg.

Desy dan keluarganya sudah mencoba beragam cara mendapatkan obat tersebut, seperti memantau kesediaan obat di aplikasi kesehatan dan mencari berkeliling apotek sekitar tempat tinggalnya. "Ada empat apotek yang dikunjungi, semuanya tak memiliki Oseltamivir," kata Desy kepada Katadata.co.id, Jumat (9/7).

Aplikasi kesehatan pun tak bisa langsung melayani pembelian online Oseltamivir. Untuk mendapatkan obat antivirus itu, Halodoc meminta Desy mengunjungi klinik yang direkomendasikan. "Namun saat saya mengunjungi klinik, mereka bilang tak memiliki obatnya dan menyarankan untuk ke Puskesmas," kata Desy.

Sebelum ke Puskesmas, Desy juga mencoba mengakses lewat layanan telemedisin yang disediakan Kementerian Kesehatan. "Akses ke layanan itu ditolak karena belum tes PCR," kata dia.

Pada Kamis (8/7) Desy mengunjungi Puskesmas Cengkareng pukul 09.00 dan baru bisa bertemu dokter sekitar pukul 14.00. "Antrean di Puskesmas membeludak," kata dia.

Dokter Puskesmas pun hanya memberikan dia obat batuk, pilek dan demam. Oseltamivir baru bisa diberikan dengan syarat pasien telah menjalani tes PCR di Puskesmas atau tempat lain yang memberikan rujukan ke Puskesmas.

Barulah pada Jumat (9/7) Desy menjalani tes PCR. Namun, lagi-lagi Desy perlu menunggu sabar untuk mendapatkan Oseltamivir. "Petugas tak memberitahu kapan hasil PCR keluar, saya diminta untuk selalu cek hasilnya secara online," kata dia.  

Warga Jakarta Selatan, Marthalena, juga sempat kesulitan mencari obat antivirus untuk mertua dan dua saudara iparnya yang menjalani isolasi mandiri pada akhir Juni lalu. Martha perlu memantau aplikasi kesehatan setiap hari untuk mendapatkan Oseltamivir. "Dalam sehari mengecek beberapa kali, tapi stok selalu kosong," katanya.

Dia dan suaminya pun menelpon hampir semua apotek di Jakarta dan mengerahkan jejaring untuk mencari tahu apotek yang memiliki persediaan Oseltamivir. "Kami dapat informasi ada apotek yang menjual di Bendungan Hilir dan berhasil mendapatkan meski hanya satu strip," kata dia.

Martha merasa beruntung bisa mendapatkan Oseltamivir dengan harga Rp 260 ribu per strip di apotek. Para pedagang online membanderol dengan harga sekitar Rp 900 ribu per strip. Padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) Oseltamivir sekitar Rp 26 ribu per kapsul.     

Martha juga membeli Ivermectin 12 mg untuk pengobatan mertua dan saudara iparnya. Dia membeli dari toko online dengan harga Rp 500 ribu per 20 tablet.  Sedangkan HET termasuk PPN obat cacing ini Rp 157.700 atau sekitar Rp 7.885 per tablet.

Selain Oseltamivir dan Ivermectin, Martha juga mengeluarkan biaya untuk obat batuk, pilek, pusing dan aneka vitamin yang harganya sekitar Rp 1 juta untuk tiga orang. "Itu belum termasuk biaya untuk tes PCR dan swab antigen," kata dia

Warga Bekasi, Fajrian, yang terpapar Covid-19 pada awal Juni lalu tak kesulitan memperoleh obat antivirus karena sejak awal dia berkonsultasi dengan Puskesmas. "Setelah tes PCR saya menghubungi Puskesmas dan mendapat pasokan obat-obatan," kata Fajrian.

Selain meminum obat dari Puskesmas, Fajrian juga mengkonsumsi herbal dan susu. Dia menghabiskan uang hampir 4 juta selama menjalani isolasi mandiri bersama istri dan anaknya yang juga positif Covid-19. "Biaya terbesar itu untuk tes PCR dan swab antigen untuk saya dan istri," kata dia.

 Penyumbang bahan: Mela Syaharani

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan