Suplemen vitamin D menjadi primadona dan laris manis di pasaran seiring lonjakan kasus Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir. Banyak masyarakat yang memilih mengkonsumsi vitamin D dosis tinggi demi mencegah infeksi Covid-19. Benarkah ampuh?
Vitamin D merupakan vitamin yang mampu diproduksi oleh tubuh manusia dan terletak di bawah kulit. Namun untuk mengaktfikan vitamin ini diperlukan bantuan sinar matahari. Vitamin D juga dapat diperoleh melalui asupan beberapa jenis makanan.
Dokter bedah ortopedi RS Siloam Kebon Jeruk Henry Suhendra mengatakan vitamin D penting sebagai pelengkap untuk meningkatkan imunitas saat menghadapi serangan Covid-19. Vaksinasi, menurut dia, memang mutlak diperlukan saat ini. Namun, tak ada vaksin apapun yang efektif 100% mencegah infeksi penyakit.
"Vitamin D perlu untuk melengkapi vaksin. Sudah banyak penelitian di berbagai negara yang menunjukkan bahwa vitamin D cukup berguna untuk mengurangi angka kesakitan, keparahan, dan kematian akibat Covid-19," ujar Henry dalam Webinar "Biar Aman Tingkatkan Imun dengan Vitamin D" pada Sabtu (11/7).
Henry, antara lain merujuk studi yang diterbitkan Journal of The American Geriatrics Society. Uji klinis dalam studi tersebut membuktikan vitamin D dapat membantu mencegah infeksi saluran pernapasan akut. Selain itu, penelitian tersebut mengungkap vitamin D mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Ia juga merujuk publikasi lain yang diterbitkan oleh Journal of American Medical Assosiation yang menyatakan bawa orang dengan kadar vitamin D rendah berisiko terinfeksi Covid-19 lebih tinggi. Studi yang melibat 489 pasien Covid-19 ini menunjukkan orang dengan kadar vitamin D rendah berisiko 1,77 kali terinfeksi Covid-19.
Henry menjelaskan, imunitas tubuh yang antara lain berguna untuk melawan Covid-19 ditentukan oleh kadar vitamin D dalam darah. Untuk itu, tes darah mutlak diperlukan jika seseorang ingin mengkonsumsi suplemen untuk meningkatkan kadar vitamin D dalam darah yang optimal.
Penelitian yang dibuat oleh Endocrine Society Amerika mengatakan, kadar vitamin D yang normal pada setiap orang terletak pada 30-70 nanogram/ml. Penelitian tersebut juga mengatakan bawah kadar vitamin D dalam darah di atas 100 nanogram/ml berpotensi menimbulkan keracunan. Namun, menurut dia, timbul kesalahpahaman di banyak laboratorium yang mengkategorikan kadar vitamin D dalam darah di atas 100 nanogram/ml sudah menyebabkan keracunan.
Henry pun menilai penelitian yang dibuat tahun 1960 ini sudah cukup usang. Penelitian ini juga tak mencantumkan berapa kadar vitamin D dalam darah seseorang yang dianggap optimal. Namun, menurut Henry, Vitamin D Council di Amerika Serikat menyebutkan kadar vitamin D dalam darah 80-100 nanogram/ml masuk kategori normal-tinggi.
"Kalau saya, mengikuti para ahli dan jurnal-jurnal terbaru yang mengatakan bahwa kadar yang optimal adalah 100-140 nanogram/ml. Jangan takut keracunan," katanya.
Henry menjelaskan, sudah ada peneltian di Kanada yang menunjukkan bahwa keracunan terjadi jika kadar vitamin D dalam darah itu 300 nanogram/ml, Kadar vitamin D dalam darah tersebut hanya akan tercapai jika seseorang mengkonsumsi vitamin D 60.000 iu setiap hari selama tiga bulan.
Dalam penjelasan di waktu berbeda pada akun instagramnya, ia menjelaskan bahwa konsumsi suplemen vitamin D mutlak diperlukan untuk mencapai kadar vitamin D dalam darah diatas 100 nanogram/ml. Meski vitamin D dapat diperoleh dengan berjemur di bawah sinar matahari, menurut Henry, berbagai studi menunjukkan aktivitas tersebut tak mampu menaikkan kadar vitamin D dalam darah ke level optimal.
"Studies menunjukkan Anda berjemur jam berapapun, kadar vitamin D dalam darah Anda maksimum 40 nanogram/ml," kata Henry.
Henry juga pernah menjelaskan bahwa vitamin D yang dapat diperoleh seseroang saat berjemur sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa di antaranya, yakni waktu dan lama berjemur, bagian tubuh yang terpapar matahari, dan jenis kulit. Orang dengan kulit yang gelap membutuhkan waktu berjemur lebih lama untuk menghasilkan vitamin D.
Ia merekomendasikan orang dewasa untuk mengkonsumsi vitamin D dengan dosis minimal 5.000 IU. Mengutip rekomendasi Vitamin D Council USA, menurut dia, konsumsi vitamin D dengan dosis di bawah 5.000 iu tidak akan menghasilkan kadar darah di 80-100 nanogram/ml.
"Selain itu, saat Anda mengkonsumsi suplemen vitamin D, itu sangat tergantung penyerapan di usus Anda. Setiap orang berbeda, dan semakin tua kemampuannya semakin menurun," katanya.
Pendapat yang berbeda terkait kemajuran vitamin D untuk mencegah Covid-19 disampaikan oleh dokter ahli ortopedi di Mount Elizabeth Hospital Tony Setiobudi. Hal ini, menurut dia, merujuk pada sejumlah penelitian yang menunjukkan hasil berbeda.
"Ada hasil penelitian yang menunjukkan efek perlindungan vitamin D terhadap Covid-19 dan ada juga yang tidak. Tapi secara keseluruhan, tidak ada kesimpulan yang konklusif," ujar Tony dalam video streaming Youtube di akun miliknya.
Tony juga tak menyarankan konsumsi vitamin D di atas 5.000 IU, apalagi meningkatkan kadar vitamin D dalam darah hingga di atas 100 nanogram/ml. Menurut dia, belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa mengkonsumsi vitamin D dengan dosis 5.000 IU hingga 10.000 IU per hari atau meningkatkan kadar vitamin D dalam darah hingga 100 nanogram/ml dapat memberikan perlindungan lebih terhadap Covid-19.
Meski demikian, menurut Tony, Pakar Vitamin D Michael Holick dalam artikel berjudul vitamin D dan potensi manfaat untuk penanganan pandemi Covid 19, Holick justru hanya menyarankan untuk mempertahankan kadar vitamin D setidaknya 30 nanogram/ml dan lebih baik 40-60 ng/ml guna mengurangi risiko infeksi dan keparahan Covid-19.
Tony menjelaskan, Holick hanya merekomendasikan orang dewasa di atas 18 tahun mengkonsumsi vitamin D 1.500 IU hingga 3.000 IU per hari. Namun untuk pasien obesitas, dibutuhkan dosis dua hingga tiga kali lipatnya. "Beliau sendiri mengkonsumsi vitamin D 2.000 IU dan tiga gelas susu sehingga dosis hariannya mencapai 3.000 IU per hari," kata Tony.
Ia mengatakan kadar vitamin D dalam darah di atas 150 ng/mL dapat menyebabkan keracunan. Hal ini merujuk rekomendasi dari Endocrine Society.
Tony mengatakan, pernyataan dr Henry bahwa kadar vitamin D dalam darah yang tinggi lebih melindungi dari Covid-19 dapat disebut sebagai expert opinion. Namun dalam kesepakatan komunikasi medis, level of evidence atau derajat pembuktian expert opinion hanya berada di level lima atau satu level dari posisi terendah.
"Kita harus lebih percaya pada evidence yang lebih solid atau berada di level satu, dalam hal ini uji klinis. Untuk saat ini, tidak ada evidence yang kuat dan mendukung bahwa vitamin D dapat melindungi kita semua dari Covid-19," kata dia.
Ia menegaskan bahwa perlindungan terbesar saat ini dari Covid-19 hanya dapat diberikan oleh vaksin dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Masyarakat paling sedikit harus disiplin menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Penyumbang Bahan: Akbar Malik Adi Nugraha