Wacana Perpanjangan PPKM Darurat, Begini Hasil dan Evaluasinya

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Anggota komunitas Aku Badut Indonesia (ABI) mensosialisasikan pengendara untuk menggunakan masker dua lapis selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di ruas Jalan TB. Simatupang, Fatmawati, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, Senin, (12/7).
Penulis: Sorta Tobing
15/7/2021, 14.32 WIB

Wacana perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Darurat pertama kali disebut oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin lalu. Langkah tersebut menjadi upaya menurunkan angka lonjakan kasus Covid-19.

Sebagai informasi, PPKM Darurat telah berlangsung sejak 3 Juli dan akan berakhir pada 20 Juli 2021. Ketika ditanya soal perpanjangan itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan enggan menjawab dengan gamblang. “Kasus meroket ini sudah kami duga akan terjadi, tapi tidak sangka akan secepat ini. Banyak negara lain juga yang alami hal serupa,” katanya dalam konferensi pers, Kamis (15/7). 

Ia juga menyampaikan, selama PPKM Darurat terdapat kenaikan kasus harian virus corona sebesar 44,51%. Per kemarin, penambahan kasus konfirmasi positif mencatat rekor di 54.517 kasus. “Ini jadi angka tertinggi, dan masih bisa naik,” ungkapnya.

Sejak tahun lalu sampai PPKM Mikro kasus Covid-19 memang terus bertambah. Tapi, menurut dia, masih terkendali. Lonjakan kasus yang terjadi hampir sebulan terakhir karena masuknya varian Delta yang menginfeksi dengan cepat. 

Haruskah PPKM Darurat Diperpanjang?

Menurut Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman, PPKM Darurat idealnya harus diperpanjang. Ia menyebut, situasi di Indonesia kini sudah sangat darurat. “Indonesia kini sudah disematkan sebagai episentrum Covid-19 dunia,” lanjutnya.

Sebagai informasi, episentrum pandemi Covid-19 ini merujuk pada negara atau wilayah yang memiliki pertumbuhan kasus aktif yang paling tinggi. Atau dapat dikatakan sebagai pusat penyebaran wabah.

“Kalau tidak diperpanjang, maka, dampak dari adanya varian Delta dan akumulasi satu tahun lebih pandemi akan mengarah pada skenario terburuk,” katanya kepada Katadata.co.id.

Skenario terburuk tersebut digambarkan Dicky sebagai chaos-nya pandemi Covid-19 di Indonesia. Ia memprediksi, akhir Juli 2021 ini sebagai puncaknya. “Ini tidak akan lama, tapi akan sangat menyakitkan,” ujarnya.

Korban jiwa akan bertambah banyak. Dampak negatif akan terasa di semua sektor dan berlangsung dua minggu. Pemerintah dapat mencegah semua ini dengan pengetatan pembatasan gerak dan aktivitas masyarakat.

Merujuk pada kriteria lockdown, PPKM Darurat idealnya berlangsung selama enam hingga delapan minggu. Ia berpendapat, Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan. Caranya, dengan menerapkan setiap strategi berlandaskan sains. “Walaupun tidak ideal, tetapi barus kita lakukan untuk meminimalisir potensi semakin buruk,” katanya.

Kerumunan di Pasar Hewan Jonggol, Bogor, Jawa Barat, saat PPKM Darurat. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.)

Bagaimana Kepatuhan Masyarakat Selama PPKM Darurat?

Menurut siaran pers Satgas Penanganan Covid-19 hari ini, kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan dinilai masih rendah. Kondisi ini menjadi pemicu memicu lonjakan kasus di Indonesia.

“Tidak patuhnya menjalani protokol kesehatan terutama di permukiman bisa menjadi sumber penularan,” kata dokter Dewi Nur Aisyah selaku Ketua Bidang Data dan IT Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Berdasarkan data Satgas per 11 Juli 2021, dalam sepekan terakhir terdapat 95 dari 394 kabupaten atau kota memiliki tingkat kepatuhan memakai masker kurang dari 75%. Begitu pun pada level kecamatan, hingga kelurahan/desa.

Sedangkan, 112 dari 394 kabupaten/kota memiliki tingkat kepatuhan menjaga jarak kurang dari 75%. “Secara nasional angka kepatuhan menjaga jarak kita lebih rendah dibandingkan kepatuhan memakai maskernya,” papar Dewi.

Hal yang sama juga terlihat pada tujuh provinsi di Pulau Jawa dan Bali. Selama pelaksanaan PPKM Darurat yang berlangsung sejak 3 Juli 2021, masyarakat memiliki kepatuhan protokol kesehatan kurang dari 75%.

“Masyarakat mesti bekerja sama dalam menerapkan dan meningkatkan kepatuhan protokol kesehatan di lingkungan,” kata Dewi.

Data Google Mobility Index per 4 Juli 2021 menunjukkan mobilitas masyarakat Indonesia ke luar rumah tercatat menurun sejak awal Juli 2021. Misalnya, pergerakan ke tempat transportasi publik rerata turun 36% dalam sepekan terakhir dibandingkan kondisi normal sebelum pandemi virus corona Covid-19.

Walau demikian, mobilitas masyarakat ke pasar, supermarket, dan apotek mengalami kenaikan 19% dari kondisi normal. Tren serupa terjadi di daerah residensial atau perumahan, yakni 10,7%.

Tindakan Pemerintah Selama PPKM Darurat

Luhut menyampaikan, selama PPKM Darurat, pihaknya sudah melakukan patroli ke wilayah-wilayah pemukiman warga.“Guna memastikan kepatuhan protokol kesehatan,” katanya.

Penurunan mobilitas masyarakat baru akan terlihat dalam dua hingga tiga minggu sejak PPKM Darurat ditetapkan. Pemerintah juga disebut telah bertindak dalam meningkatkan respon dan kapasitas kesehatan.

Salah satunya dengan mempercepat program vaksinasi, menambah ketersediaan tempat tidur, dan pemenuhan obat-obatan. Program paket obat gratis akan diberikan kepada masyarakat miskin yang terinfeksi Covid-19. 

Pasokan oksigen juga akan dipenuhi melalui peningkatan produksi dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga memobilisasi mahasiswa tingkat akhir kedokteran agar memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan.

Luhut mengatakan Indonesia sudah meminta bantuan ke luar negeri, seperti Jepang, Singapura, Uni Emirat Arab, Tiongkok, Australia, dan Amerika Serikat. “Dari luar negeri, Indonesia hanya terima sumbangan barang, bukan sumbangan uang,” katanya.

Penyumbang bahan: Alfida Febrianna (magang)

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan