Kasasi Dikabulkan, MA Lepaskan Eks Dirut PLN dari Hukuman Bui 7 Tahun

Katadata
Matan Direktur Utama PLN Nur Pamudji. MA mengabulkan kasasi Nur pada 12 juli 2021 lalu.
19/7/2021, 15.29 WIB

Mahakamah Agung (MA) memutuskan untuk melepaskan mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji dari hukuman tujuh tahun penjara. Nur dianggap tak melakukan tindakan pidana dalam kasus pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis High Speed Diesel (HSD) 2010 lalu.

Hal ini diketahui dari laman kepaniteraan MA pada Senin (19/7). Dalam informasi perkara 1903 K/PID.SUS/202, Hakim MA mengabulkan permohonan kasasi Nur Pamudji.

Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim yang diketuai Krisna Harahap dan beranggotakan Abdul Latif dan Suhadi  mengabulkan upaya kasasi Nur pada 12 Juli 2021. Sebelumnya Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan pada 4 November lalu memperberat hukuman Nur dari enam tahun menjadi tujuh tahun penjara.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan alasan kasasi Nur dapat dibenarkan Majelis Hakim MA. Hakim lalu memutuskan bahwa kasus yang menjerat Nur merupakan ranah perdata dan bukan pidana.

"Menyatakan perbuatan yang didakwakan terbukti, tapi bukan merupakan pidana. Oleh karena itu terdakwa dilepaskan dari tuntutan hukum," kata Andi kepada Katadata.co.id, Senin (19/7).

Kasus ini bermula dari PLN yang mengadakan lelang pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tambak Lorok dan Belawan pada 2010. Nur yang ketika itu menjabat Direktur Energi Primer PLN menjalankan keputusan direksi PLN untuk menghemat biaya pengadaan BBM solar lewat tender sesuai dengan Permintaan Panitia Anggaran DPR pada tahun 2007 dan 2008.

Dari lima tender yang diadakan, dua dimenangkan oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), yakni untuk pembangkit Tambak Lorok (Semarang) dan Belawan (Medan). Sedangkan tiga lainnya dimenangkan oleh Pertamina, yakni Muara Tawar (Bekasi), Grati dan Gresik (Jatim), serta Muara Karang dan Tanjung Priok (Jakarta).

Belakangan, tender ini dianggap merugikan negara karena TPPI tak bisa memenuhi komitmen pasokannya secara penuh selama empat tahun. BPK bahkan menyatakan telah terjadi kerugian negara Rp 188,7 miliar.

Nur lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian pada tahun 2015. Ia disangkakan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(Catatan Redaksi: Artikel ini telah ditambahkan pada Senin (19/7) pukul 15.55 untuk menambahkan penjelasan dari Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro)