PP IKABI Catat 168 Dokter Meninggal pada Juli, Lampaui Puncak Pandemi

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.
Petugas medis menyuntikan vaksin COVID-19 ke seorang dokter di RS Siloam TB Simatupang, Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Penulis: Lavinda
1/8/2021, 07.50 WIB

Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (PP IKABI) dr Patrianev Darwis menilai kematian dokter saat pandemi Covid-19 sebenarnya bisa dicegah.

Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk memberi perlindungan terhadap dokter, baik dokter Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun non-ASN. Dia mengimbau pemerintah untuk serius menangani Covid-19 dan tidak lagi membenturkan antara kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi.

“Permasalahannya karena pemangku kebijakan tidak paham apa itu epidemi dan apa itu penyakit. Kalau mereka paham, tidak akan terjadi lonjakan kasus yang demikian cepat,” ujar Patrianev seperti dikutip Antara, Sabtu (31/7).

Dia mengatakan pasien Covid-19 memang bisa sembuh jika ditangani dengan tepat, tetapi jika terjadi epidemi dan lonjakan kasus yang cepat, maka kapasitas fasilitas kesehatan tidak memadai. Hal itu akan menyebabkan masyarakat yang terinfeksi tidak tertolong.

Patrianev membandingkan saat awal pandemi, tenaga kesehatan menggunakan perlengkapan seadanya, namun jumlah dokter yang meninggal relatif sedikit.

“Anehnya sekarang kami bekerja dengan perlengkapan yang lebih baik, tetapi terjadi kematian yang tinggi pada dokter dan tenaga kesehatan,” katanya.

Berdasarkan data PP IKABI, lebih dari 600 dokter meninggal dunia selama menangani pandemi. Bahkan pada Juli saja, dokter yang meninggal mencapai 168 orang. Padahal pada puncak pandemi Januari 2021, jumlah dokter yang meninggal sebanyak 68 orang.

“Kematian dokter meningkat drastis pada Juli ini, tiga kali lipat dari pada puncak gelombang pertama. Setiap hari ada lima hingga enam dokter yang meninggal pada bulan ini. Belum lagi kalau kita hitung dokter gigi, tenaga kesehatan, dan lainnya,” ujarnya.

Menurut dia, dokter tidak mungkin mengangkat bendera putih karena terikat pada sumpah dokter dan Kode Etik Kedokteran. Namun sebenarnya dokter memiliki risiko yang tinggi karena terpapar virus dalam jangka waktu yang lama. Terlebih, dokter juga mengalami keletihan, kelelahan bekerja, stigmatisasi, kekerasan verbal dan fisik, hingga jam kerja yang panjang.

Sebagian besar dokter yang meninggal banyak disebabkan oleh tidak bisa menolak pasien, alat pelindung diri terbatas, pelacakan pasien terbatas, pemeriksaan swab baik antigen maupun PCR berbayar, dan pelacakan bahkan di fasilitas kesehatan jelek.

Tenaga kesehatan yang meninggal akibat virus corona Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Berdasarkan data Lapor Covid-19, jumlahnya tercatat sebanyak 1.631 orang hingga 30 Juli 2021 pukul 11.00 WIB. Dokter menjadi profesi yang paling banyak meninggal akibat Covid-19, yakni 598 orang. Proporsinya setara dengan 36,67% dari total tenaga kesehatan yang meninggal akibat virus mematikan tersebut.

Ada pula 503 perawat yang meninggal akibat Covid-19 di dalam negeri. Jumlahnya setara dengan 30,8% dari total tenaga kesehatan yang meninggal akibat Covid-19. Sebanyak 299 bidan juga gugur akibat Covid-19. Posisinya disusul oleh apoteker sebanyak 47 orang, dokter gigi 46 orang, dan ahli teknologi laboratorium medis (ATLM) 44 orang.

Reporter: Antara

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan