EDISI KHUSUS | Jelajah Jalan Raya Pos

Tentang Jalur Daendels, Jalan Pos Anyer-Panarukan dan Sejarah Kelamnya

ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Pemudik yang melintasi jalur Daendels dapat beristirahat dengan memanfaatkan rest area yang tersedia di sepanjang jalur tersebut, seperti Masjid At-Taqwa Grabag, Desa Munggangsari, Purworejo, Jawa Tengah.
Penulis: Sorta Tobing
5/8/2021, 09.00 WIB

Jalan Anyer-Panarukan membentang dari ujung barat (Banten) sampai ujung timur (Jawa Timur) Pulau Jawa. Jalan ini dianggap sebagai salah satu jalur penting di negara ini. Namun, keberadaannya meninggalkan sejarah kelam penderitaan rakyat Indonesia pada era kolonial.

Dalam buku Napak Tilas Jalan Daendels karya Angga Indrawan (2017), pembangunan De Groote Postweg (jalan raya pos) Anyer-Panarukan ini disebut sebagai salah satu genosida dalam sejarah kolonialisme di Indonesia.

Sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya, Jalan Raya Pos, Jalan Raya Daendels, menyebut jalan seribu kilometer ini merupakan hamparan kuburan pekerja yang tewas di sepanjang jalan tersebut.

Belasan ribu pekerja tewas kelelahan dan beberapa terserang penyakit malaria karena kondisi Pulau Jawa saat itu penuh rawa dan hutan belantara. Selain itu, mereka juga dipaksa bekerja rodi tanpa upah.

Kejadian kelam tersebut menjadi bukti kolonialisme yang terjadi di Pulau Jawa. Proyek ini sendiri dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36 Herman Willem Daendels pada 1808.

Jalan tersebut dibangun sebagai langkah Hindia Belanda untuk menjaga Pulau Jawa dari serangan Inggris. Kemudian, jalan ini juga sering digunakan untuk distribusi surat- menyurat, sehingga dikenal luas sebagai Jalan Raya Pos.

Kini, jalur pesisir utara yang menghubungkan antar wilayah di Pulau Jawa tersebut masih berfungsi penting, khususnya sebagai jalur mudik dan distribusi barang serta jasa.

Tujuan Daendels Bangun Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan

Pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan disebut erat berkaitan dengan kepentingan militer Daendels. Secara teoritis, keberadaan jalan ini dapat mempersingkat pergerakan tentara dari ujung barat hingga timur Pulau Jawa, apabila Inggris menyerang.

Sementara, masih dalam buku Napak Tilas Jalan Daendels, menurut Sejarawan Universitas Indonesia Djoko Marihandono, pembangunan jalan Anyer-Panarukan lebih termotivasi oleh kepentingan ekonomi, selanjutnya militer.

Djoko mengungkapkan, Daendels mengeluarkan keputusan tujuan jalan tersebut dibangun atas dua kepentingan. Pertama, membantu penduduk dalam mengangkut komoditas pertanian ke gudang pemerintah atau pelabuhan. Kedua, untuk kepentingan militer.

“Tapi, dia mendahulukan kepentingan pertama karena memang daerah di sekitar Bogor sangat subur dan menguntungkan bagi pemerintah kolonial,” ujar Djoko. Namun, jalan dari Batavia hanya sampai Cisarua. Dari Cisarua pun hanya jalan kecil, banyak belokan, dan sebagainya.

Selain untuk mempertahankan Jawa, Daendels juga harus mendanai pemerintahannya. Komoditas andalannya adalah kopi yang ditanam di Priangan.

Sosok Daendels, Pencetus Pembangunan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan

Herman Willem Daendels, merupakan Gubernur Hindia Belanda ke-36, saat itu, jabatan tersebut setara dengan jabatan presiden saat ini. Ia menjabat selama tiga tahun, pada 1808 hingga 1811.

Halaman: