Selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), Kementerian Sosial (Kemensos) membagikan bantuan sosial atau bansos kepada warga. Awal pekan ini, para penerima bansos mengeluhkan kualitas beras bantuan.
Sejumlah warga mengatakan beras yang diterima tidak layak konsumsi. Kejadian ini salah satunya terjadi di Desa Sukaraja, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Beras bansos yang diterima berwarna kusam dan berbau.
Selain itu, di dalam berasnya terdapat batu kerikil dalam jumlah banyak. Para penerima harus mencari batu kerikil yang tercampur dalam beras sebelum dimasak. Bahkan, beberapa memilih menjadikan beras bantuan sosial untuk bahan makanan ringan.
Kejadian serupa juga dialami sejumlah warga Desa Kedungrejo, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Warga penerima bansos kecewa dengan kondisi beras yang diterima. Beras tersebut menggumpal, berwarna kekuningan, dan berbau tak sedap.
Lalu, di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, bansos beras dari Kemensos ini dilaporkan berkutu dan berwarna kekuningan.
Mensos Tanggapi Kualitas Beras Bansos
Saat melakukan pemantauan pembagian bansos PPKM di sejumlah daerah, Menteri Sosial Tri Rismaharini menemukan ada kasus buruknya kualitas beras, yang diterima sejumlah warga. Namun, ia memastikan kasus itu, hanya sebagian kecil dari yang kualitasnya baik.
“Memang ada beberapa kasus, dimana kualitas beras kurang baik. Tapi itu volumenya kecil, dibandingkan dengan total beras yang kualitasnya baik,” kata Risma, dikutip Antara, Senin (9/8).
Ia mengatakan, untuk bansos beras sejumlah 10 kilogram (kg), Kemensos berperan menyerahkan data penerima bantuan kepada Kementerian Keuangan. Untuk pasokan beras dan penyalurannya, Perum Bulog yang mengerjakan.
Sedangkan, untuk bansos beras lima kilogram, distribusinya menjadi kewenangan pemerintah daerah, melalui dinas sosial. “Dinas sosial juga berwenang memastikan kualitas beras jenis medium dalam kondisi baik pada saat diterima masyarakat,” tuturnya.
Bulog Angkat Bicara
Sebagai penyalur beras kepada 8,8 juta keluarga penerima manfaat (KPM), Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso memastikan produk yang disalurkan tidak rusak dan tidak berkutu. Alokasinya diambil dari cadangan beras pemerintah atau CBP dengan kualitas medium.
“Standar kami mengerluarkan CBP, harus melalui rice to rice processing minimal,” kata pria yang akrab disapa Buwas itu dalam konferensi pers kemarin.
Beras tersebut bukan produk komersil dengan kualitas premium. Namun, kualitasnya tetap terjaga. “Jangan dibilang ada kutu. Telurnya saja tidak mungkin,” ucapnya.
Ia juga menjawab soal temuan beras yang menggumpal di Pandeglang, Banten. Jumlanya, Buwas mengatakan, hanya tiga karung dari total 464 karung yang didistribusikan ke daerah tersebut.
Penggumpalan terjadi karena beras terkena tetesan air hujan saat proses pendistribusian. Bulog segera menggantinya dengan beras baru yang berkualitas. “Enggak perlu tunggu lama-lama, langsung ganti,” kata Buwas.
Solusi Bulog
Guna menyelesaikan masalah ini, Buwas memastikan Bulog akan mengganti beras yang rusak. Perusahaan telah menarik sejumlah beras yang tidak layak dikonsumsi.
Tim Bulog di lapangan akan merespons dengan cepat insiden yang terjadi.“Seperti kerusakan di perjalanan karena hujan, itu juga langsung kami ganti,” katanya.
Kemudian, proses penggantian beras yang rusak akan dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Persero) dan DNR Corporation. Nantinya, beras yang tidak layak atau rusak akan dimusnahkan.
Selain itu, dalam mengawasi penyaluran beras, Bulog berkomunikasi dengan Kementerian Sosial, PT Pos Indonesia, pemerintah daerah, aparatur kepolisian dan TNI, dan Satgas Pangan.
Perusahaan sebelumnya mendapatkan tugas dari pemerintah untuk membantu penyaluran bansos beras tambahan selama PPKM Darurat dan PPKM Level 4. Bantuan beras tahap I diberikan kepada 20 juta keluarga, di kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
Penyumbang bahan: Alfida Febrianna (magang)