Komunitas Disabilitas Berharap Pemerintah Pro-aktif Percepat Vaksinasi
Komunitas disabilitas meminta pemerintah untuk lebih pro-aktif dalam mengkampanyekan program vaksinasi Covid-19 serta mempercepat pelaksanaan vaksinasi kepada komunitas mereka. Kampanye yang benar akan menjauhkan komunitas disabilitas dari serbuan hoax sementara percepatan program vaksinasi akan membantu terbentuknya herd community.
Muhammad Joni Yulianto dari Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Disabilitas (SIGAB) mengatakan salah satu persoalan besar dalam pelaksanaan vaksinasi kepada kaum disabilitas adalah minimnya informasi yang tersampaikan. Joni menambahkan materi komunikasi ataupun cara mengkampanyekan program vaksinasi yang ada saat ini masih sangat general dan lebih ditujukan ke masyarakat umum. Dia pun berharap pemerintah menciptakan sarana kampanye yang lebih informatif kepada komunitas disabilitas mengingat mereka memiliki keterbatasan yang beragam.
"Ada teman-teman yang tuli, ada yang down syndrome dan ada yang memiliki keterbatasan lainnya. Kondisinya memang sangat individual sehingga memang ada hambatan tersendiri dalam materi komunikasi," tutur Joni kepada Katadata, Jumat (13/8).
Joni menjelaskan materi komunikasi seharusnya menyentuh persoalan yang menjadi perhatian komunitas disabilitas, seperti apakah aman bagi penyandang disabilitas dengan penyakit tertentu melakukan vaksinasi. Dia menambahkan minimnya informasi yang tersampaikan dengan benar inilah yang membuat mereka sangat rentan dengan hoax. Persoalan ini diperburuk dengan sedikitnya petugas medis yang bisa menjalin komunikasi dengan komunitas disabilitas sehingga kampanye terkait vaksinasi sering terhambat.
"Yang mengherankan itu, kenapa ya hoax begitu cepat sampai," ujarnya.
Selain materi berkomunikasi, Joni berharap pemerintah lebih pro-aktif dalam menjangkau keberadaan penyandang disabilitas. Pasalnya, komunitas disabilitas memiliki keterbatasan mobilitas sehingga tanpa bantuan, percepatan vaksinasi sulit terpenuhi. Menurutnya, mtode vaksinasi keliling bisa memudahkan pemerintah untuk menjangkau penyandang disabilitas.
"Yang paling mudah dan dekat kan puskesmas. Puskesmas bisa lebih aktif mencari tahu berapa penyandang disabilitas yang ada di situ. Ada dari mereka yang mobilitasnya memang sulit, daripada harus dievakuasi dengan membawa banyak pendamping mending vaksinator nya yang datang," tuturnya.
Persoalan data juga menjadi kendala dalam pelaksanaan vaksin bagi komunitas disabilitas mengingat tidak ada data yang jadi acuan berapa jumlah disabilitas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan mencapai 22,5 juta atau sekitar 8% dari total populasi.
"Data yang ada kan berdasarkan susesnas 2020. Sekitar 14% tapi itu kan berdasarkan survey. Tidak berdasarkan by name by addres," tutur Joni
Direktur Pergerakan Difabel Indonesia Untuk Kesetaraan (PerDIK) Rahman Gusdur mengatakan lambatnya vaksinasi terhadap komunitas disabilitas disebabkan beberapa faktor seperti lambannya pemerintah meredam hoax sekitar vaksin. Beberapa hoax terlambat diredam, di antaranya bahwa vaksin mengandung babi serta dampak vaksin yang bisa berdampak fatal seperti kematian. Menurut Rahman, pemerintah seharusnya bisa lebih menggandeng komunitas-komunitas disabilitas untuk mensosialisasikan vaksinasi serta meredam hoax yang tersebar.
"Dampak vaksin cepat terpublikasikan tapi pemerintah lambat meredam hoax. Dulu ada hoax bahwa vaksin dicampur babi, ada hoax bahwa cairan vaksin ada chip nya, dan ada juga hoax, setelah vaksin nanti dua tahun akan meninggal. Kami ada pengalaman di Sulawesi Selatan, kamu sudah mengajak vaksin difabel di Kota Makassar tetapi karena beberapa kawan sudah tertanam di pikiran mereka soal hoax, jadi target tidak terpenuhi," tutur Rahman, kepada Katadata.
Rahman berharap pemerintah mempermudah penyandang disabilitas untuk vaksin di wilayah manapun tanpa harus memiliki KTP domisili setempat. Seperti diketahui, persyaratan KTP domisili untuk vaksinasi sempat menuai protes karena banyak dari masyarakat yang tinggal tidak sesuai domisili di KTP. Pada akhir Juni, pemerintah akhirnya menghapus ketentuan syarat KTP domisili bagi peserta vaksinasi Covid-19.
"Dulu vaksin harus sesuai KTP. Banyak dari kami yang tinggal di Makassar tapi tidak ber KTP Makassar," ujarnya.
Dia menambahkan pemerintah juga terlambat menyasar komunitas disabilitas sebagai penerima vaksin. Seperti diketahui, program vaksinasi sudah berjalan sejak 13 Januari 2021 tetapi pemerintah baru menggiatkan vaksinasi terhadap komunitas disabilitas sebulan terakhir. Pada akhir Juli, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Saidkin mengatakan pemerintah menargetkan percepatan vaksinasi Covid-19 kepada 225 ribu disabilitas di Jawa dan Bali pada awal Agustus. Pemerintah akan menggunakan vaksin Sinopharm yang merupakan merupakan hibah Raja Uni Emirat Arab kepada Presiden RI.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan