Usulan Pelonggaran PPKM Jawa Bali Sektor Non-Esensial dan Kritikal

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Suasana sepi di ruang kerja di masa Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di kantor perbankan wilayah Sudirman Central Business District (SCBD), Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, (5/7/2021). Selama penerapan PPKM Darurat sektor esensial diberlakukan 50 persen maksimum karyawan Work From Office (WFO) atau bekerja dari kantor dengan menerapkan protokol kesehatan. Sementara sektor non-esensial menerapkan 100 persen Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah.
16/8/2021, 16.07 WIB

Pemerintah akan memutuskan nasib perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa Bali. Saat ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sedang memimpin rapat yang akan menentukan kelanjutan pembatasan tersebut.

Meski demikian, beberapa usulan terkait penyesuaian aktivitas mulai muncul. Ahli wabah dari Universitas Indonesia dr. Iwan Ariawan mengatakan salah satu usulan yang dibawa dalam rapat adalah kemungkinan adanya relaksasi terutama industri non esensial dan kritikal di beberapa lokasi.

Iwan yang mengikuti rapat pembahasan PPKM Jawa Bali ini mengatakan usulan tersebut sebenarnya telah diangkat sejak dua pekan lalu, namun baru akan dibahas saat ini. "Baru mau dibahas (rapat) siang ini karena sebelumnya harus uji coba (relaksasi) mal dulu," kata Iwan kepada Katadata.co.id, Senin (16/8).

Sektor industri esensial meliputi keuangan,  pasar modal, teknologi informasi, perhotelan non karantina, serta orientasi ekspor dengan bukti Pemberitahuan Ekspor Barang. Adapun sektor kritikal antara lain kesehatan, energi, penanganan bencana, logistik, pupuk, semen, konstruksi, hingga utilitas dasar seperti air, listrik, dan sampah.

Sektor esensial bisa beroperasi 50% staf pada pelayanan dan 25% untuk pendukung administrasi perkantoran. Sedangkan sektor kritikal bisa beroperasi penuh dan hanya 25% untuk mereka yang mendukung administrasi kegiatan kantor.

Sebelumnya Pemerintah memang telah membuka 25% kapasitas mal di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya dalam perpanjangan PPKM. Iwan mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan agar menyiapkan data yang bisa membandingkan kedatangan pengunjung dan pemeriksaan Covid-19.

Hal ini diperlukan untuk mengambil langkah penyesuaian lanjutan di pusat perbelanjaan. "Jadi ada bukti bahwa pembukaan mal tidak menambah kasus. Kalau memang tidak ada, maka kita bisa evaluasi sebelum masuk ke 50% (kapasitas)," katanya.

Dia juga mengatakan PPKM kemungkinan masih akan diperpanjang. Apalagi beberapa wilayah seperti DKI Jakarta belum mencapai indikator Level 3.

Indikator Level 4 berarti angka kasus konfirmasi positif Covid-19 lebih dari 150 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Kejadian rawat inap di rumah sakit lebih dari 30 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Serta, angka kematian akibat Covid-19 lebih dari lima orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Sedangkan indikator level 3 adalah kasus konfirmasi positif antara 50-100 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Kejadian rawat inap di rumah sakit 10-30 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Angka kematian akibat Covid-19 antara dua sampai lima orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

Sedangkan Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Alexander Ginting memberi sinyal akan adanya relaksasi kegiatan dalam PPKM mendatang. Meski demikian, hal tersebut tetap harus menyesuaikan indikator kasus corona dan protokol kesehatan.

"Kita tunggu nanti malam, tapi kita berharap demikian (ada relaksasi) jika sudah di level 3 atau 2," katanya. 

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan