Masyarakat Disibukkan Covid, Baliho Bisa Tak Efektif Kerek Capres 2024

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/hp.
Pengendara sepeda motor melintas di depan baliho sosialisasi partisipasi pilkada di Desa Ngasem, Kediri, Jawa Timur, Senin (16/11/2020). KPU daerah setempat berupaya mendorong masyarakat menggunakan hak pilihnya meskipun hanya ada calon tunggal pada pilkada Kediri 9 Desember mendatang dengan cara mencoblos gambar pasangan calon ataupun mencoblos kotak kosong.
24/8/2021, 21.21 WIB

Baliho beberapa tokoh politik mulai terpajang di seluruh Indonesia beberapa waktu belakangan ini.  Wajah beberapa nama seperti Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani hingga Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bahkan mudah dijumpai di beberapa sudut jalan.

Kemunculan baliho tersebut sempat dianggap politisi hingga para pengamat sebagai curi start jelang Pemilihan Presiden 2024.  Akan tetapi,  pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai upaya tersebut tidak efektif untuk mendongkrak suara.

Menurutnya, pemasangan baliho bisa efektif bila dilakukan sebelum pandemi Covid-19. Adapun saat ini fokus masyarakat masih menghadapi corona dan dampaknya terhadap kehidupan mereka.

"Jadinya kontraproduktif karena masyarakat banyak yang sedang susah karena Covid-19," kata Ujang kepada Katadata.co.id, Selasa (24/8)

 Pada akhirnya, pemasangan baliho tersebut justru mendapat olokan dari masyarakat. Untuk itu,  ia menyarankan tokoh-tokoh tersebut mencari strategi yang lebih tepat ketimbang hanya menunjukkan muka mereka. "Jadi ketika mereka lihat baliho, cuek dan cenderung nyinyir," katanya.

Salah satu strategi yang efektif meningkatkan elektabilitas di saat pandemi virus corona ialah dengan memberikan bantuan seperti sembako kepada masyarakat.  Upaya ini perlu dilakukan secara masif dan terpublikasi.

"Jika hanya sekadarnya, tak akan berdampak apa-apa. Jadi bantuannya mesti berskala masif dan terpublikasi dengan luas," ujar dia.

Sementara, pengamat komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi mengatakan baliho dan sejenisnya hanya efektif untuk mengenalkan diri kepada masyarakat. Namun strategi tersebut belum tentu menggiring publik untuk memilih sang tokoh.

Oleh sebab itu, upaya paling efektif untuk meningkatkan elektabilitas ialah melalui pertemuan tatap muka secara persuasif. Dodi menilai, upaya ini perlu dilakukan dengan menjangkau banyak calon pemilih.

"Baliho itu akan efektif untuk pengenalan. Tapi, umumnya, cara itu tidak efektif untuk menggiring pemilih agar memilih mereka," katanya.

Sebelumnya, nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo masih berada di papan atas calon presiden paling populer pada 2024 mendatang. Adapun elektabilitas tokoh yang rajin memasang baliho seperti Puan Maharani berada di kisaran satu persen. Hal tersebut terlihat dari survei terbaru Charta Politika yang dirilis pada Kamis (12/8).

Dalam survei tersebut, Ganjar berada di peringkat pertama calon presiden yang akan dipilih responden. Di simulasi elektabilitas dengan banyak nama, dia mendapatkan 16,2% suara responden.

Sedangkan dalam simulasi 10 nama, namanya bercokol di ranking satu dengan 20,6% responden memilihnya. Pemilih Ganjar kebanyakan datang dari responden yang berada di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Selain itu basis pemilih mantan anggota DPR itu datang dari responden yang memilih PDIP, Partai Kebangkitan Bangsa, Perindo, Partai Solidaritas Indonesia, dan PKPI.

Sedangkan nama Puan berada di posisi 17 dalam simulasi banyak nama dengan elektabilitas 0,7%. Dalam simulasi 10 nama, elektabilitas putri Megawati Soekarnoputri itu juga berada di posisi sembilan dengan keterpilihan 1,4%.

Reporter: Rizky Alika