KPK Tetapkan Bupati Probolinggo Sebagai Tersangka Suap Seleksi Kades

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari (kiri) bersama suaminya yang juga anggota DPR dan mantan Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin mengenakan rompi tahanan KPK usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/8/2021) dini hari. KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminuddin serta mengamankan barang bukti Rp326.500.000 dan menahan keduanya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait seleksi kepala desa di Kabupaten Probolinggo.
Penulis: Maesaroh
31/8/2021, 06.00 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 22 orang sebagai tersangka dalam jual-beli seleksi  jabatan kepala desa atau kades di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Termasuk dalam 22 orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari  serta suami yang juga merupakan anggota DPR, Hasan Aminuddin.

Puput merupakan Bupati Probolinggo periode 2013-2018 dan 2019-2024 sementara suaminya, Hasan, adalah anggota DPR RI periode  2014-2019 dan 2019-2024  serta pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo pada periode 2003-2013.

"KPK menetapkan 22 orang tersangka dalam perkara ini. Empat sebagai penerima suap dan 18 sebagai pemberi suap. (Sebanyak) 18 orang, ini sebagai pihak yang nanti akan menduduki pejabat kepala desa," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, secara virtual, Selasa dini hari (31/8).

Empat orang  penerima suap adalah Puput Tantriana Sari (PTS), Hasan Aminuddin (HA), Camat Krejengan DK, serta Camat Paiton MR. 

Kabupaten Probolinggo dijadwalkan akan menggelar pemilihan kades serentak pada 9 September mendatang. Ada 252 kepala desa dari 24 kecamatan yang habis masa jabatannya. Untuk mengisi jabatan kades baru ini, Kabupaten Probolinggo akan menyeleksi aparatur sipil negara (ASN)  dari pemerintah Kabupaten Probolinggo sebagai kepala desa yang diusulkan camat.
Menurut KPK, HA mengumpulkan calon kepala desa di mana dia meminta penyetoran upeti dalam pemilihan kades. KPK mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa penyerahan upeti akan dilakukan pada Minggu (29/8).

"Tarif untuk menjadi kepala desa sebesar Rp 20 juta ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta/hektar," kata Alex.

KPK kemudian melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada Camat Krejengan DK dan menyita uang sebesar Rp 240 juta dalam penangkapan. Dalam penangkapan tersebut, KPK juga mengamankan barang bukti berupa proposal usulan nama pada calon kades. Proposal ini  rencananya akan dibubuhi paraf oleh HA sebagai bukti persetujuan.

KPK juga menangkap Camat Paiton MR beserta uang sebanyak Rp 112,5 juta di kediaman pribadinya di wilayah Curug Ginting, Kecamatan Kanigarang, Probolinggo.

Barang Bukti dalam Penangkapan OTT Bupati Probolinggo (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.)



Lembaga anti-rasuah tersebut melanjutkan operasi penangkapan dengan mengamankan Bupati Probolinggo Puput beserta suami pada Senin (30/8). Total KPK menyita uang sejumlah Rp 362,5 juta dari rangkaian OTT di Kabupaten Probolinggo.

"Diduga ada perintah dari  HA untuk membawa calon kades terpilih dan kades purna tugas.  Pada Jumat (27/8), pejabat kades menghadiri pertemuan di Krecengan. Telah ada kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang kepada PTS atas nama HA melalui  perantara DK," tutur Alex.



Menurut KPK, sebagai  pemberi suap,  18 tersangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, dangkan sebagai penerima, Puput Tantriana Sari dan kawan-kawan  melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 KPK menyesalkan terjadinya jual beli jabatan dalam seleksi jabatan kades karena dilakukan secara masal serta   mencederai keinginan masyarakat untuk memiliki kades yang amanah dan memikirkan kepentingan rakyatnya.

"Perbuatan para tersangka yang diduga tidak melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang baik dan bersih dengan meminta imbalan atas jabatan telah melanggar nilai antikorupsi yang seharusnya ditegakkan oleh pejabat publik," kata Alex