Presiden Joko Widodo mengundang partai politik hingga lembaga tinggi negara ke Istana Kepresidenan dalam sepekan terakhir. Meski pembahasan berkisar antara penanganan Covid-19 dan ekonomi, namun merebak pula isu amendemen UUD 1945 hingga pengocokan ulang kabinet (reshuffle).
Sebagaimana diketahui, Jokowi mengundang partai politik koalisi pendukung pemerintah ke Istana pada Rabu pekan lalu (25/8). Selang beberapa hari kemudian, Presiden mengumpulkan lembaga tinggi di Istana yang meliputi DPR, Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA) pada Jumat (27/8). Terbaru, Jokowi mengundang partai koalisi nonparlemen ke Istana pada Rabu (2/9).
"Pertemuan ini menjadi tanda tanya karena saat momentum politik, banyak membicarakan amandemen konstitusi," kata analis Politik dari Exposit Strategic Arif Susanto kepada Katadata.co.id, Kamis (2/9).
Bukan tanpa sebab, terkait amendemen UUD 1945, partai politik belum menyepakati apa yang harus diubah lantaran ada beberapa isu. Sejumlah partai menilai Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) diperlukan untuk menjadi arahan pembangunan jangka panjang.
Namun, hal ini bisa memberikan konsekuensi lain, seperti kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), "Siapa yang melakukan pengawasan PPHN? Lalu dalam hirarki peraturan, di mana letak PPHN? Apakah di antara UUD dan UU?" kata Arif.
Hal ini pun belum disepakati oleh para partai koalisi. Untuk itu, ia menduga pertemuan Jokowi dengan para parpol untuk membangun kesepahaman amandemen tersebut, meski belum final.
Selain itu, ada kemungkinan amandemen tersebut akan melebar ke perubahan aturan jabatan presiden menjadi 3 periode. Meski Jokowi berulang kali menolak jabatan 3 periode, namun isu tersebut selalu muncul ke permukaan.
"Ini menjadi misteri politik. Siapa yang melempar isu ini? Padahal Presiden yang paling berkepentingan sudah menolak," ujar dia.
Di luar amandemen, ia juga menduga ada pembahasan terkait reshuffle kabinet. Kemungkinan besar, reshuffle akan segera dilakukan seiring dengan masuknya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam parpol koalisi.
Arif memperkirakan, pengocokan ulang bakal dilakukan saat tensi politik rendah. "Jadi kita bisa mengatakan, pertemuan kemarin conditioning karena menerima PAN," katanya.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal PPP Arwani Thomafi yang hadir dalam pertemuan tersebut membantah adanya pembahasan amendemen UUD 1945. Presiden hanya membahas mengenai situasi terkini pandemi dan langkah pemerintah.
"Presiden tidak menyinggung amendemen konstitusi, juga tidak membahas reshuffle," kata Arwani, Kamis (26/8).
Sementara, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menilai pertemuan Jokowi dengan para parpol koalisi juga untuk menjaga kesolidan. Hal ini juga dilakukan agar tidak mengganggu kinerja Jokowi dalam tangani pandemi.
Untuk itu, penyamaan persepsi dan frekuensi dilakukan dengan para partai pendukung, baik yang ada di parlemen maupun nonparlemen. "Karena kemarin partai koalisinya main masing-masing dan mengkritik penangan pandemi yang dilakukan Jokowi," ujar dia.
Jokowi dalam pertemuan dengan parpol koalisi mengatakan perkembangan Covid-19 sulit diduga. Namun ia bersyukur saat ini penularan penyakit tersebut mulai berhasil diredam. "Semua bekerja, TNI, polri, Kementerian, BUMN, pemerintah daerah semuanya," ujar Presiden dalam pertemuan tanggal 25 Agustus lalu dikutip dari Antara.
Para Ketua Umum parpol yang hadir seperti Megawati Soekarnoutri, Prabowo Subianto, hingga Airlangga Hartarto juga memberikan dukungan kepada Presiden agar mampu menghadapi panndemi dan dampaknya.
"Jadi kami rasa suara-suara yang ingin memperkeruh keadaan tak perlu dihiraukan pak. Kita sudah di jalan yang benar," kata Prabowo kepada Jokowi.
Sementara itu, Plt Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha memastikan pertemuan dengan Jokowi hanya membahas penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
"Tidak dibahas detail (amandemen dan reshuffle). Tidak ada pembahasan. Betul-betul silaturahmi membahas kinerja pemerintah tangani Covid-19," ujar dia.