Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr. Erlang Samoedro menyampaikan badai sitokin berpotensi kecil terjadi jika program vaksinasi sudah dijalankan. Meskipun belum ada obat yang memiliki efektivitas tinggi untuk mengobati badai sitoksin, tapi vaksin bisa mengatasinya.
Menurut Erlang, vaksin itu tidak mengurangi keparahan terhadap infeksi Covid-19, tapi vaksin bisa mengenalkan adanya ancaman pada tubuh. Maka itu, responsnya berupa badai sitokin akan sesuai takaran.
"Jadi, sistem pengenalan tubuh terhadap ancaman itulah yang diberikan oleh vaksin, sehingga tubuh bisa mengatasi sesuai proporsinya,” ujar Erlang dalam pertemuan virtual yang disajikan secara langsung di akun Instagram Katadata pada Jumat (3/9).
Pada dasarnya, tugas sitokin adalah menetralisir ancaman di dalam tubuh melalui proses peradangan. Hal ini ssebagai reaksi ilmiah untuk mempertahankan tubuh. Jika respons sitokinnya sangat kuat, maka akan menyebabkan badai sitokin.
Intinya, badai sitokin merupakan respons tubuh yang berlebihan terhadap ancaman dari luar, misalnya virus dan bakteri. Alhasil, akan terjadi kerusakan organ dalam tubuh, seperti paru, liver, hingga mengakibatkan pengentalan darah terjadi.
“Banyak yang meninggal itu karena badai sitokin yang sangat tinggi dan tidak bisa mengatasinya. Semua sitokin pasti keluar, tapi kita tidak sebut badai. Badai itu yang kondisinya sudah parah, harus pakai ventilator atau dirawat di ruang ICU,” kata Erlang.
Dia menyampaikan badai sitokin bisa terjadi pada setiap penyakit, tergantung besarnya sitokin yang keluar. Dalam kasus Covid-19, badai ini bisa muncul jika sitokin terus berlanjut setelah masa inkubasi selama dua pekan.
Berbeda pendapat, Associate Editor-in-Chief of Surgical Neurology International Russell Blaylock dalam artikelnya menulis bahwa badai sitokin dapat diatasi oleh kekebalan alami tubuh dengan jauh lebih baik daripada yang diberikan oleh vaksin. Alasannya, karena kekebalan alami yang diarahkan kepada seluruh virus dan vaksin hanya menargetkan protein spike.
Menanggapi hal itu, Erlang mengatakan badai sitokin sebenarnya bisa pula dinetralisir dengan faktor genetik, karena imunitas tubuh manusia berbeda-beda. Hal inilah yang membuat risikonya berbeda-beda pada tiap individu.
Namun, ia tetap menganjurkan masyarakat untuk melakukan vaksinasi Covid-19. Erlang menyebut, virus varian Delta yang bisa menyebar lebih cepat dan meningkatkan risiko kematian yang tinggi dapat memperparah badai sitokin.
“Untuk meningkatkan imunitas tubuh itu harus divaksin, bukan hanya mengonsumsi vitamin. Fungsinya untuk mengurangi tingkat keparahan badai sitokin.” katanya.
Melansir dari Kementerian Kesehatan, vaksinasi nasional tercatat sudah mencapai 103,73 juta dosis per Kamis, (2/9/2021). Rinciannya, vaksinasi dosis 1 telah diberikan sebanyak 65,23 juta dosis, 37,16 juta untuk dosis 2 dan sebanyak 1,35 juta dosis lainnya untuk vaksinasi gotong royong.
Mulai Juli 2021 lalu, pemerintah telah menyasar kelompok masyarakat rentan dan umum untuk vaksinasi. Vaksinasi dosis 1 telah diberikan kepada 19,62 juta orang atau 14,48% dari target dalam kelompok ini. Sementara itu, untuk vaksinasi dosis 2 telah tersalurkan sebanyak 9,76 juta atau 7,28% dari target.
Penyumbang Bahan: Nada Naurah
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan