Pandemi sudah lebih dari satu tahun. Meski sudah ada beberapa kantor yang melonggarkan peraturan kerja dari rumah atau dari kantor, namun tak sedikit yang masih menerapkan work from home (WFH) dengan tujuan memutuskan rantai penyebaran virus Covid-19.

Pekerjaan rumah tentang bagaimana bertahan menahan stres atau burnout saat work from home pun masih berlangsung. Terutama bagi perempuan terutama ibu bekerja. Saat WFH, ibu bekerja dituntut untuk bisa menyelesaikan pekerjaan dan mengurus anak. Apa yang harus dilakukan agar bisa lancar mengurus anak dan tetap efektif bekerja di rumah?

Pada awal-awal diberlakukan WFH, banyak karyawan yang menyukai kebiasaan baru bekerja ini. Tidak lagi berhadapan dengan macet saat berangkat dan pulang bekerja, serta tidak perlu menghabiskan waktu di perjalanan. Keuntungan ini juga dirasakan oleh ibu bekerja. Para ibu dapat mendampingi anak di rumah dan menikmati waktu bersama keluarga lebih lama dibandingkan saat harus bekerja di kantor.

Teknologi dan jaringan komunikasi membuat rutinitas baru ini menjadi lebih mudah. Karyawan dapat WFH, anak bisa sekolah dari rumah, belanja via online bahkan olahraga pun bisa dilakukan tanpa perlu keluar rumah. Banyak karyawan yang menyukai kebiasaan bekerja baru ini. Terbukti dari hasil survei National Bureau of Economic Research (NBER) yang menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden mengaku selama WFH produktivitasnya lebih baik ketimbang bekerja di kantor.

Bahkan beberapa riset juga mengungkapkan, perubahan kebiasaan hidup ini tak hanya bersifat sementara, tapi akan menetap atau permanen. Tidak sedikit karyawan yang makin terbiasa dengan WFH. Berdasarkan survei Dell Technologies, setidaknya 8 dari 10 pekerja di Indonesia mengaku siap bekerja WFH dalam jangka panjang.

Namun, seiring rutinitas dan kebiasaan ini dijalani dalam waktu yang cukup lama, beberapa masalah dapat dialami ibu bekerja yang menjalani WFH. Mulai dari keluhan jaringan komunikasi buruk, perangkat kerja yang kurang mendukung, dan saat anak-anak meminta perhatian ibu setiap saat. Akibatnya, ibu bekerja memiliki beban ganda saat WFH. Bagaimana mengatasinya?

“Awal-awal WFH memang enak banget. Saya bisa mengurus anak-anak pagi hari lebih tenang sebelum mulai bekerja. Saya bisa mendampingi anak belajar daring dan mengurus rumah sambil bekerja. Namun, setelah lebih dari satu tahun menjalani ini, lama-lama kangen juga ngantor. Susahnya bekerja di rumah, adalah saat anak-anak ‘nempel’ ke saya terus. Apa-apa yang dicari saya, akibatnya saya susah fokus bekerja,” kata Henni Tanama Taniwidjaja, CSG Sales Specialist, Dell Indonesia saat sesi bincang Instagram Live bersama Katadata Perempuan bertema “Beban Ganda Perempuan Kerja WFH, Bagaimana Solusinya?”.

Ibu dari tiga anak ini mengaku cukup beruntung karena perusahaan tempat ia bekerja sangat mendukung ibu bekerja yang menjalani WFH. “Saya diizinkan mengikuti internal meeting setelah mendampingi anak sekolah online. Saya juga didukung dalam hal perangkat kantor, disediakan laptop, monitor, speaker dan perangkat lainnya yang memudahkan saya melakukan meeting virtual dan pekerjaan lainnya,” ucap Henni lagi.

Namun, Henni juga mengakui bahwa hari-harinya tidak selalu berjalan mulus tanpa ‘drama’. “Ada kalanya anak-anak minta terus menerus ditemani dari pagi sampai malam. Semua maunya sama mama. Belum lagi saya harus menyelesaikan pekerjaan kantor. Akibatnya energi pun terkuras dan emosi jadi nggak terkontrol. Stres banget.”

Ternyata apa yang dialami Henni, juga menjadi tantangan banyak ibu bekerja lainnya. Hal ini bisa dilihat dari survei Upceed Consulting Services (UCS) di India, mereka dipaksa menjalankan ‘peran dan beban ganda’. Para ibu kadang harus jungkir balik mengurus pekerjaan rumah sekaligus menyelesaikan tugas-tugas kantor. Dulu, hanya cukup mengurus keperluan anak, tapi kini ketika semua orang ada di rumah, seluruh kebutuhan penghuni rumah jadi urusan ibu-ibu pekerja ini.

Akibatnya, lebih dari 80 persen perempuan pekerja, berdasarkan  survei Deloitte terhadap para perempuan pekerja di sembilan negara, merasa kualitas hidup mereka memburuk selama pandemi. Lebih dari dua pertiga perempuan pekerja ini merasa memiliki beban pekerjaan rumah tangga lebih banyak sejak menjalani WFH, terutama tanggung jawab mengurus anak dan mendampingi mereka dalam belajar daring. 

Lantas, mampukah ibu bekerja menyeimbangkan urusan rumah dan pekerjaan kantor? Henni berbagi solusi agar ibu bekerja bisa menjaga kewarasan saat WFH. “Kuncinya ada tiga, kontrol emosi, minta bantuan suami dan punya me time. Sebagai orang tua kita harus bisa menahan diri dan emosi. Bisa merasa sudah tidak mampu minta bantuan suami dan anggota keluarga lain di rumah. Komunikasikan kapan kita perlu bantuan dan perlu waktu me time. Kalau nggak ada me time, saya bisa meledak”

Me time seperti apa yang bisa meredakan stres saat WFH? Heni memaparkan bahwa dia memilih olahraga untuk meredakan stres.

Selain itu, Henni juga mengakui kalau emosinya sudah memuncak, ia akan masuk kamar, mengunci pintu dan meluapkan emosi tanpa didengar anak-anak. “Kalau sudah mau marah dan nangis, saya keluarin aja. Saya pernah berteriak sambil menutup mulut dengan bantal. Nah, setelah 1-2 jam, kalau sudah terasa enak dan emosi terkendali, saya baru keluar kamar.”

Henni juga berpesan pada ibu bekerja lainnya agar dapat memanfaatkan waktu kita bersama keluarga saat WFH ini. “Karena kita sedang dikasih kesempatan menghabiskan waktu 24 jam bersama anak. Jadi, jaga kewarasan, jaga emosi, komunikasi terus dengan pasangan, lakukan me time, dan bersyukur pada Tuhan.”

Kontributor: Petty Lubis