Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menghadiri pertemuan Menkes negara-negara G-20 pada tanggal 5 sampai 6 September di Roma, Italia. Dalam agenda tersebut, Budi sempat menyampaikan tiga pandangannya agar dunia terhindar dari pandemi semacam Covid-19 di masa depan.
Pertama, Budi mengajak seluruh negara berbagi data secara terbuka. Dalam kaitannya dengan Covid-19, Indonesia telah berbagi data genome urutan virus lewat platform Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID).
Upaya ini perlu diperluas dengan pengawasan terhadap penyakit manusia, hewan, dan tumbuhan. "Kita harus menggunakan data besar, kecerdasan buatan, dan internet of things untuk mengawasi secara holistik perkembangan penyakit," kata Budi dalam pidato tertulisnya yang dibagikan pada Kamis (9/9).
Hal kedua adalah membekali masyarakat agar cepat merespons ancaman kesehatan baik itu yang datang dari manusia, hewan, atau tumbuhan. Hal tersebut juga perlu didukung oleh payung hukum dan edukasi.
"Peran masyarakat yang berinteraksi erat dengan satwa liar penting untuk mencegah dan menahan wabah," katanya.
Ketiga, mewujdukan kebijakan yang jelas dalam mengatasi resistensi antimikroba. Dalam hal ini penting untuk mencari jalan keluar pendanaan untuk mengembangkan antibiotik baru.
"Sangat penting bagi kita mengamankan pendanaan untuk penelitian dalam memerangi ressitensi antimikroba," kata Budi.
Budi mengatakan bahwa Covid-19 menjadi bukti bahwa interaksi manusia dan lingkungan sekitarnya bisa berdampak luas. Data dari Centers for Disease Control and Prevention Ameriak Serikat menunjukkan, penyakit zoonosis alias berasal dari hewan mengakibatkan 2,5 miliar penularan dan 2,7 juta kematian tiap tahun.
Tak hanya itu, 6 dari 10 penyakit menular pada manusia berasal dari hewan. Berikutnya, 3 dari 4 penyakit menular baru juga berasal dari binatang. Oleh sebab itu, penting bagi seluruh negara untuk menciptakan kerja sama di bidang kesehatan yang juga terkait lintas ekosistem.
"Jangan menunggu pandemi lain dan jangan juga menunggu perubahan iklim," kata Budi.
Dalam kesempatan tersebut Indonesia menawarkan diri menjadi hub produksi untuk berkontribusi pada rantai pasokan serum kekebalan corona global. Budi mengatakan pandemi memaksa dunia mengembangkan vaksin secara agresif.
Ini lantaran hingga saat ini, baru 40% populasi dunia telah menerima satu dosis vaksin. Meski demikian 4 dari 5 diterima penduduk di negara penghasilan menengah atas dan tinggi.
"Untuk ini, transfer teknologi dan pengetahuan serta peningkatan kapasitas dalam penelitian dan pengembangan, terutama dari negara maju ke seluruh dunia harus dipercepat," kata Budi.
Oleh sebab itu Budi menyampaikan dua langkah agar seluruh penduduk dunia mendapatkan vaksin. Selain melipatgandakan produksi, Indonesia mendorong akses vaksin lewat COVAX Facility.
Budi juga menggelar pertemuan dengan Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreysesus pada 6 September. Dalam pertemuan tersebut, Tedros memuji komitmen RI untuk meningkatkan produksi vaksin Covid-19 lokal.
"Serta dukungan perjanjian internasional untuk mencegah pandemi di masa depan," kata Tedros dalam akun Twitternya.