Laksamana Yudo Margono dinilai Berpeluang Besar Jadi Panglima TNI

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono (kedua kanan) didampingi Panglima Komando Armada II Laksda TNI Iwan Isnurwanto (kedua kiri) berfoto bersama usai peletakan batu pertama pembangunan Monumen KRI Nanggala-402 di Koarmada II, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (3/6/2021). Pembangunan Monumen KRI Nanggala-402 dengan ukuran berskala satu banding satu tersebut untuk mengenang gugurnya 53 kru KRI Nanggala-402.
10/9/2021, 14.53 WIB

Laksamana Yudo Margono dinilai berpeluang besar menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan pensiun pada November 2021 sebagai Panglima TNI

Analis Keamanan dan Sistem Pertahanan Ade Muhammad menjelaskan secara tradisi Pimpinan Angkatan Laut saat ini memiliki kans besar menjadi Panglima TNI. Ini mengacu pada Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pasal 13 poin 4 menyebutkan bahwa jabatan Panglima TNI bisa dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari setiap jabatan. Sebelum dijabat oleh Marsekal Hadi Tjahjanto dari Angkatan Udara, komando tertinggi TNI dipegang oleh Jenderal Gatot Nurmantyo dari Angkatan Darat. 

“Saya pribadi melihat kans Laksamana Yudo lebih kuat daripada kans Jenderal Andika Perkasa,” ujarnya kepada Katadata, Jumat (10/9).

Kendati demikian, pencapaian Laksamana Yudo sempat tercoreng oleh kasus tenggelamnya KRI Nanggala 402 pada Mei 2021 silam. Di sisi lain, Laksamana Yudo terlihat pasif dalam komunikasi publik. Ade menilai hal ini membutuhkan upaya khusus untuk memperbaiki citra pimpinan AL tersebut.

Selain Laksamana Yudo, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa juga menjadi salah satu perwira tinggi yang dijagokan memimpin TNI. Namun menurut Ade, Jenderal Andika Perkasa dianggap terlalu agresif sebagai pejabat publik. “Saya melihat beliau sedang melakukan pencitraan layaknya Pilkada. Website TNI AD dipenuhi citra beliau yang seharusnya lebih menampilkan kinerja pasukannya,” ujarnya.

Kendati demikian, Ade juga menilai prestasi Jenderal Andika sejatinya cukup baik. Namun, ada beberapa persoalan yang disorot seperti latihan bersama Garuda Shield  yang memberi kesan Indonesia beraliansi dengan Amerika Serikat dalam konteks ketegangan di Laut China Selatan. Ia menilai ada semacam karakter Presiden Joko Widodo yang seolah tidak mau dibaca dengan mudah oleh masyarakat. 

“Saya ingin mengembalikan pada hak prerogatif Presiden untuk memberikan penilaian terbaik. Bagaimanapun kedua figur ini adalah putra putri terbaik negeri,” Ade menambahkan.

Sementara itu, dukungan terhadap KSAD Jenderal Andika Perkasa sudah ditunjukkan oleh politisi. “Insha Allah. Semua akan terjadi dalam waktu dekat Jenderal Dudung Abdurachman menjadi KSAD dan Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima TNI,” ujar Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon kepada Katadata, Jumat (10/9). 

Sayangnya, Effendi enggan memberikan keterangan lebih lanjut. Menurut Undang-Undang jabatan Panglima TNI dipilih dan diangkat oleh Presiden dengan meminta persetujuan DPR dalam hal ini Komisi I. Jika DPR menolak nama yang diajukan, Presiden bisa mengajukan calon lainnya. DPR bisa kembali menolak calon dari Presiden dengan menyertakan alasan tertulis. Apabila tidak ada respons dari parlemen, maka Presiden berhak mengangkat Panglima baru.