Australia Larang Penggunaan Obat Ivermectin untuk Pasien Covid-19

Alexandr Podvalny/Pexels
Ilustrasi obat yang tersedia di apotek
12/9/2021, 10.47 WIB

Australia melarang dokter dan tenaga medis meresepkan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19. Hal ini seiring melonjaknya penggunaan obat anti parasit tersebut untuk mengobati pasien corona.

Regulator Obat Australia (TGA) menyatakan belum mengetahui apakah Ivermectin efektif dan aman dalam perawatan pasien Covid-19. Sementara penggunaan obat ini terus meningkat tiga sampai empat kali dalam beberapa bulan belakangan.

"Ivermectin tak dibolehkan untuk digunakan pada (pasien) Covid-19 Australia atau negara maju lainnya," kata TGA dikutip dari The Guardian, Minggu (12/9).

TGA khawatir masyarakat saat ini dapat meminum Ivermectin dalam dosis yang tidak aman. Apalagi obat ini memiliki sejumlah efek samping yang serius jika dikonsumsi melebihi dosisnya.

"Dosis lebih tinggi bisa dikaitkan efek samping termasuk mual parah, muntah, pusing, dan efek neurologis seperti pusing, kejang, dan koma," kata TGA. Meski demikian, dokter penyakkit menular, kulit, dan gastroenterologi masih bisa memberikan obat ini untuk pasien penyakit tertentu.

Pekan lalu, Rumah Sakit Westmead di Sydney melaporkan kasus overdosis Ivermectin dan campuran orabn Covid-19 lainnya. Meski demikian, TGA mendeteksi adanya peningkatan 10 kali lipat orang yang ingin mengimpor obat tersebut.

Obat ini cukup populer komunitas anti vaksinasi dan sayap kanan. Bahkan sebelum pelarangan, resep Ivermectin tanpa label diam-diam didiskusikan di komunitas digital yang ada di Facebook dan Telegram.

Presiden Royal Australian College of General Practitioners Dr Karen Price mengimbau pasien mengabaikan rekomendasi obat ini untuk Covid-19. "Segera dapatkan vaksin dan beritahu teman serta keluarga untuk melakukan hal yang sama," kata Price.

Sebelumnya Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) Ivermectin sebagai obat Covid-19. Penny mengatakan persetujuan pemberian persetujuan ini lantaran adanya dukungan analisis dari beberapa hasil uji klinik dengan metodologi randomized control trial atau acak kontrol.

"Dengan demikian akses masyarakat untuk obat (Covid-19) bisa dilakukan segera secara luas dalam pelasaanan uji klinik," kata Penny dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (28/6).