Ada Kabar Akan dipecat, Penyidik KPK Minta Pimpinan Tunggu Presiden

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko (keempat kiri) dan Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Mokhammad Najih (kedua kiri) bersama jajaran pimpinan ORI serta perwakilan 75 pegawai KPK lainnya memberikan keterangan kepada wartawan usai melaporkan dugaan maladministrasi terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK di Jakarta, Rabu (19/5/2021).
15/9/2021, 15.12 WIB

Kabar soal rencana Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memecat 57 pegawainya pada 1 Oktober 2021 beredar di kalangan internal. Kabar itu bahkan menyebutkan Surat Keputusan (SK) Pemberhentian sudah ditandatangani.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo mengakui kabar tersebut sudah beredar luas di antara pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Kendati demikian ia tidak mengetahui dari mana asal kabar tersebut. “Saya enggak tahu kalau resminya. SK-nya belum dikasih semua,” ujarnya kepada Katadata, Rabu (15/9).

Selain soal pemecatan, pesan berantai tersebut juga menyebut Pimpinan KPK meradang akibat meluasnya dukungan kepada 57 pegawai KPK. Inilah yang membuat rencana pemecatan dimajukan dari awalnya 1 November 2021 menjadi satu bulan lebih awal.

Penyidik KPK non-aktif Harun Al Rasyid juga mengaku mendengar kabar tersebut. “Saya enggak tahu betul apa tidak. Namanya juga kabar burung, tetapi kalau burung sudah berkabar biasanya betul karena burung itu selalu jujur,” ujar Harun kepada Katadata, Rabu (15/9).

Harun melanjutkan, jika SK itu betul adanya ini menunjukkan bentuk kesewenang-wenangan baru pimpinan KPK. Alih-alih menaati rekomendasi Ombudsman RI untuk untuk tetap mengangkat pegawai KPK yang tak lolos TWK, malah membuat SK pemberhentian.

“Menunggu sikap pemerintah (cq. Presiden) ini penting karena itu amanat dari Mahkamah Agung,” tegasnya.

Harun juga mempertanyakan motivasi Pimpinan KPK yang dinilai seperti berpacu dikejar ‘hantu’ untuk memecat pegawainya yang tak lolos TWK. Padahal, Presiden sudah memberikan arahan awal untuk tidak serta merta memecat. 

Merespons hal tersebut, Redaksi Katadata sudah mencoba meminta konfirmasi kepada para Pimpinan KPK. Namun, sampai berita ini diturunkan tidak ada balasan dari para Pimpinan KPK. Pada saat bersamaan, KPK juga melantik 18 pegawainya menjadi aparatur sipil negara (ASN) yang dinyatakan lolos Diklat Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan. 

"KPK siang ini akan melantik 18 pegawai menjadi ASN. Pegawai yang dilantik ini telah dinyatakan lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara pada 22 Juli-20 Agustus 2021. Pelantikan akan dilakukan oleh Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (15/9). 

Ali mengatakan para pegawai itu sebelumnya telah mengikuti diklat di Universitas Pertahanan (Unhan) RI. Mereka telah mendapatkan materi diklat meliputi studi dasar, inti, dan pendukung. Studi dasar mencakup wawasan kebangsaan (empat konsensus dasar negara), Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), kepemimpinan berwawasan bela negara serta pencegahan dan penanggulangan terorisme/radikalisme, dan konflik sosial.

Sebelumnya, para penyidik KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menunggu respons Presiden terkait dengan banding administrasi yang sudah diajukan pada Juli 2021 silam.  Harun Al Rasyid menegaskan masa depan para penyidik kini bergantung pada keputusan Presiden. Pasalnya, Mahkamah Agung telah menolak uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang memuat TWK. Dalam putusannya, MA berargumen Perkom 1/2021 bukan menjadi penyebab para pegawai KPK tidak bisa diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dengan demikian, nasib para pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat kini berada di tangan pemerintah.  “Domain pemerintah ini untuk mengambil sikap. Temuan -temuan Komnas HAM dan Ombudsman harus segera ditindaklanjuti,” ujarnya kepada Katadata, Jumat (10/9).