Modus Suap Pejabat Pajak: Uang Panas Dilabeli Dana Bansos

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.
Tersangka mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji berjalan keluar ruangan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (31/8/2021). Angin Prayitno Aji diperiksa KPK sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji pada pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017 di Ditjen Pajak. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.\
22/9/2021, 20.12 WIB

PT Gunung Madu Plantation diduga menyamarkan uang suap senilai Rp 15 miliar untuk pejabat Direktorat Jenderal Pajak sebagai bantuan sosial.

Dua petinggi DJP, mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno Aji dan bekas Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan DJP Dadan Ramdani didakwa menerima total suap Rp 57 miliar. Rinciannya berupa Rp 15 miliar dari PT Gunung Madu Plantation (PT GMP), 500.000 dolar Singapura dari PT Bank Pan Indonesia (Bank Panin), dan 3,5 juta dolar Singapura dari PT Jhonlin Baratama.

"[Suap diberikan] agar terdakwa I Anging Prayitno Aji, terdakwa II Dadan Ramdani beserta Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak DJP merekayasa hasil penghitungan pajak,” ujar Jaksa Penuntut Umum Nur Hari Arhadi dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/9).

Angin Prayitno berperan sebagai pembuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak. Dalam kasus PT GMP, Tim pemeriksa pajak sedianya menemukan catatan di ruang kerja Finance Manager PT GMP Teh Cho Pong yang menginstruksikan untuk dilakukan rekayasa "invoice" saat pemeriksaan 6 November 2017.

Angin dan anak buahnya lantas bersekongkol dengan perwakilan dari PT GMP untuk merekayasa nilai pajak. Atas jasanya, Angin meminta Rp 15 miliar dari perusahaan tersebut. General Manager PT GMP Lim Poh Ching lantas memerintahkan anak buahnya mengeluarkan cek perusahaan pada 22 Januari 2018 yang dicatat sebagai "form" bantuan sosial.

Dalam kasus Bank Panin, Angin dan timnya menemukan kurang bayar perusahaan tersebut mencapai Rp 926,6 miliar. Namun, perusahaan menegosiasikan agar DJP menurunkan kewajiban pajak tersebut hingga Rp 300 miliar saja. Angin lantas menyetujuinya dan mendapatkan 500.000 dolar Singapura atas jasanya tersebut. Uang suap ini sejatinya lebih rendah ketimbang angka yang dijanjikan yakni Rp 25 miliar.

Modus serupa juga dijalankan Angin dalam kasus PT Jhonlin Baratama. Seharusnya, kurang pajak perusahaan ini Rp 63,66 miliar tetapi disepakati hanya Rp 10,69 miliar saja. Angin dan timnya menerima 3,5 juta dolar Singapura dari konsultan pajak Agus Susetyo yang ditunjuk oleh PT Jhonlin Baratama.

Atas perbuatannya, Angin dan Dadan didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.