Kehidupan di bumi selalu didukung keberadaan energi, baik yang terbarukan atau pun tidak. Salah satu energi yang tidak dapat diperbarui adalah energi fosil seperti minyak dan gas bumi (migas). Sebagai energi fosil kedua produk tambang tersebut akan habis karena terus menerus dipakai.
Sebagian besar pendapat menyebutkan migas berasal dari senyawa organik hewan atau tumbuhan yang mengendap selama jutaan tahun. Namun di luar itu, ada beberapa teori lain terkait asal muasal migas.
Berikut sejumlah catatan mengenai asal muasal migas yang dirangkum dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam:
1. Teori Biogenetik atau Organik
Teori ini menjelaskan bahwa minyak bumi dan gas alam terbentuk dari beraneka jasad organik seperti hewan dan tumbuhan yang mati dan tertimbun endapan pasir dan lumpur. Endapan tersebut menghanyutkan senyawa pembentuk minyak bumi ini dari sungai menuju ke laut dan mengendap di dasar lautan selama jutaan tahun.
Kemudian, akibat pengaruh waktu, temperatur dan tekanan lapisan batuan di atasnya menyebabkan organisme itu menjadi bintik-bintik minyak atau pun gas.
2. Teori Anorganik
Tak serupa dengan teori pertama, teori ini menyebutkan bahwa minyak bumi terbentuk karena aktvitas bakteri. Sejumlah unsur seperti oksigen, belerang, dan nitrogen yang berasal dari zat terkubur akibat aktivitas bakteri berubah menjadi minyak yang berisi hidrokarbon.
3. Teori Duplex
Teori ini merupakan lazim digunakan karena berisi gabungan sejumlah teori seperti Biogenetik dengan Anorganik. Migas terbentuk dari berbagai jenis organisme laut baik hewan maupun tumbuhan. Akibat pengaruh waktu, temperatur, dan tekanan, maka endapan lumpur berubah menjadi batuan sedimen. Batuan lunak yang berasal dari lumpur yang mengandung bintik-bintik minyak dikenal sebagai batuan induk (Source Rock).
Minyak dan gas ini kemudian bermigrasi menuju tempat yang bertekanan lebih rendah, hingga akhirnya terakumulasi di tempat tertentu yang disebut dengan perangkap.
Minyak bumi juga sering disebut berasal dari pelapukan sisa-sisa organisme, sehingga disebut bahan bakar fosil. Minyak bumi berasal dari jasad renik, tumbuhan, dan hewan yang mati. Sisa-sisa organisme itu mengendap di dasar bumi kemudian ditutupi lumpur. Lumpur tersebut lambat laun berubah menjadi batuan sedimen karena pengaruh tekanan lapisan di atasnya.
Peningkatan tekanan dan suhu, membuat bakteri anaerob menguraikan sisa-sisa jasad renik itu menjadi minyak dan gas. Proses pembentukan minyak dan gas ini memakan waktu hingga jutaan tahun. Minyak dan gas yang terbentuk meresap dalam batuan yang berpori seperti air dalam batu karang.
Minyak dan gas dapat pula bermigrasi dari suatu daerah ke daerah lain, kemudian terkonsentrasi jika terhalang oleh lapisan yang kedap. Meskipun migas terbentuk di dasar lautan, banyak sumber minyak dan gas yang terdapat di daratan akibat pergerakan kulit bumi.
Proses Pencarian Migas
Untuk mencari minyak dan gas bumi, pertama-tama dilakukan dengan cara eksplorasi. Ada sejumlah tahapan pada eksplorasi, yaitu studi geologi, studi geofisika, survei seismik, dan pengeboran eksplorasi.
Studi geologi dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi, seperti struktur dan susunan batu di lapisan bawah permukaan. Dari hasil studi geologi, kita dapat mengetahui lokasi mana saja yang memerlukan studi lanjutan. Studi lanjutan ini disebut studi geofisika.
Studi geofisika bertujuan untuk mengetahui sifat fisik batuan, mulai dari permukaan bumi hingga jauh ke dalam tanah. Sehingga studi pengelolaan minyak tidak hanya dilakukan oleh satu bidang jurusan. Karena metode pengeboran hingga pengelolaannya yang rumit dan butuh bantuan dari banyak pihak.
Metode yang umum digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan adalah survei seismik. Setelah alat pembangkit gelombang suara atau getaran dipasang, alat akan ditembakkan ke bawah laut atau tanah. Gelombang suara tersebut akan dipantulkan kembali sesuai dengan lapisan tanah yang dilaluinya. Di atas permukaan, dipasang alat yang bisa menangkap gelombang suara yang terpantul tadi.
Kemudian, kondisi di bawah permukaan bumi direkonstruksi menjadi gambar dua dimensi atau tiga dimensi di komputer. Dari hasil seismik tersebut, data jenis dan lapisan batuan akan diolah untuk mengetahui keberadaan minyak dan gas bumi di dalamnya.
Bila seluruh tahap dilakukan, barulah dilakukan pengeboran untuk memastikan ada atau tidaknya kandungan minyak dan gas bumi di dalam area yang diteliti tersebut.
Sebagai energi yang tak bisa diperbarui, migas akan habis seiring dengan penggunaan manusia. Makanya, saat ini negara-negara dunia, termasuk Indonesia, berlomba mencari sumber energi alternatif sebagai pengganti migas.