Kejaksaan Agung mendalami potensi kerugian dalam nilai agunan yang diajukan debitur dalam kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor oleh Indonesia Eximbank.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Supardi mengatakan pihaknya telah memeriksa pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dalam kapasitasnya sebagai saksi. Pemeriksaan yang dilakukan pada Rabu (13/10) ini menjadi upaya terbaru Kejagung membongkar kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
"Kami ingin tahu apakah agunan yang diajukan itu proporsional dengan nilai pinjamannya," ujar Supardi kepada wartawan pada Rabu (13/10) malam.
Seperti diketahui bahwa kredit macet LPEI mencapai 23,4% pada 2019 lalu. Supardi menilai kredit macet atau non-performing loan (NPL) berpotensi merupakan perbuatan melawan hukum. Kejaksaan Agung saat ini sedang dalam proses melihat dari awal perbuatan melawan hukum tersebut seperti apa.
Sebelumnya pada Rabu (14/10) kejaksaan telah memeriksa sebanyak tujuh saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi oleh LPEI. Lima saksi diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada debitur LPEI, satu saksi terkait penilaian fixed asset debitur dan satu lagi pemasok dari debitur bank tersebut.
Hingga hari Rabu (14/10) total kejaksaan telah memeriksa sebanyak 14 saksi selama sepekan terakhir. Kejaksaan meminta keterangan terhadap tiga saksi pada Senin (11/10), empat orang saksi pada Selasa (12/10) dan tujuh saksi pada Rabu (14/10). Kendati demikian, belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini.
Indonesia Eximbank sebagai lembaga pembiayaan milik pemerintah memang sedang mengalami masalah kredit macet sejak beberapa tahun lalu. NPL mereka yang mencapai 23,4% pada 2019 tersebut senilai dengan Rp22,87 triliun dengan rasio pencadangan hanya mencapai 49%.
Bahkan LPEI sempat mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5 triliun pada 2020 lalu. Kejaksaan menduga LPEI memberi kredit kepada sejumlah korporasi tanpa tata kelola yang baik sehingga menimbulkan kredit macet dan berkontribusi terhadap kerugian Rp4,7 triliun pada akhir 2019 lalu.