Perlawanan Sengit AHY Lawan Kubu Moeldoko di PTUN dan MA

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Jakarta, Senin (23/3/2021).
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Yuliawati
15/10/2021, 15.30 WIB

Nasib Partai Demokrat antara pimpinan Agus Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kubu Moeldoko ditentukan dalam dua sidang yang berlangsung beriringan yakni Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan Mahkamah Agung. Dalam kedua sidang tersebut, kubu Moeldoko berhadapan dengan Kementerian Hukum dan HAM.

Namun, karena terkait langsung dengan kepentingannya, kubu AHY aktif mengawal persidangan.  Pada sidang PTUN yang berlangsung Kamis (14/10), kubu AHY menghadirkan dua saksi fakta dari unsur Mahkamah Partai dan peserta Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang.

Saksi Pieter Runtuthomas yang merupakan mantan Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Kotamobagu dan ikut dalam KLB Deli Serdang memberikan keterangan yang menyudutkan kubu Moeldoko. Dia menuding kubu Moeldoko memberikan uang Rp 25 juta dan sebuah handphone kepada Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) yang mengikuti KLB Deli Serdang.

Keterangan saksi fakta tersebut dibantah juru bicara Demokrat versi kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad. Dia menyatakan Moeldoko tidak pernah memberi apapun kepada Ketua DPC yang mengikuti KLB."Tuduhan itu fitnah dan mengada ada," kata Rahmad kepada Katadata.co.id pada Jumat (15/10).

Ketua DPP Demokrat dari KLB Deli Serdang, Ilal Ferhard, menyampaikan bahwa kubu AHY memberikan keterangan tanpa bukti. "Bila ditanya merek handphone yang diterima mereka pun belum bisa menjawab," ujar Ilal.

Adapun Kepala Bakomstra DPP PD, Herzaky Mahendra Putra, menyebut saksi fakta yang dihadirkan mengetahui situasi yang sesungguhnya terjadi. Mereka juga disumpah di bawah hukum, sehingga tidak mungkin berbohong. “Kami menghadirkan mereka untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan,” ujar Herzaky dikutip dari siaran pers DPP Demokrat.

Selain mengangkat isu money politic dalam KLB Deli Serdang, kubu AHY juga mengangkat persyaratan untuk mendaftarkan perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan perubahan kepengurusan parpol ke Kemenkumham. Syarat utama yakni melampirkan Surat Keterangan Tidak Ada Sengketa dari Mahkamah Partai, hal yang tak bisa dipenuhi oleh pihak Moeldoko saat mendaftarkan hasil KLB Deli Serdang.

“Kami hadirkan saksi fakta dari unsur Mahkamah Partai yang nama-namanya terdaftar sah di Kementerian Hukum dan HAM, dan Mahkamah Partai itu menegaskan tidak pernah mengeluarkan surat yang demikian untuk KLB Deli Serdang,” kata Kuasa hukum DPP Demokrat pimpinan AHY, Heru Widodo.

AHY Beri Dukungan Dokumen ke Kemenkumham

Demokrat pimpinan AHY juga menyerahkan dokumen ke Kementerian Hukum dan HAM, kemarin. Dokumen ini untuk mendukung Kemenkumham yang menghadapi gugatan dari kubu Moeldoko di Mahkamah Agung.

Tiga kader pendukung kubu Moeldoko ini mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Demokrat Kongres V 2020. Gugatan ini ditujukan kepada Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan AD/ART.

Dokumen yang diserahkan di antaranya berkas tanggapan atas uji materi, Surat Pencabutan Hak Uji Materiil dari salah satu pemohon, surat pernyataan peserta kongres 2020 serta Surat Keterangan Ahli Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara (affidavit) yang memperkuat jawaban Kemenkumham di MA.

Heru menyatakan terdapat keterangan lima Ahli Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara yang menegaskan bahwa AD/ART Partai, Yayasan, Ormas, Koperasi dan Asosiasi Profesi bukanlah norma hukum yang mengikat publik secara umum dan tidak dibuat oleh Lembaga Negara. Sehingga tidak termasuk objek yang bisa diuji materiilkan di Mahkamah Agung.

Lima ahli tersebut yakni Philipus Hadjon, Susi Dwi Harijanti, Zainal Arifin Mochtar, Luthfi Yazid, dan Aan Eko Widiarto.

"Kalau dipaksakan hal ini akan membuka gerbang terjadinya anarkisme hukum di mana setiap anggota partai mana pun dapat mengajukan Uji Materiil AD/ART Partainya di MA,” kata Hinca Pandjaitan, anggota Komisi III DPR RI.

Konflik panjang mempertahankan Demokrat dinilai akan menggerus energi kubu AHY menghadapi pesta politik 2024 mendatang. Meski demikian, hasil survei Institute for Democracy and Strategic Affair (Indostrategic) memperlihatkan peluang AHY pada 2024 masih besar bila berpasangan dengan Anies Baswedan.

Dari hasil survei pada Agustus lalu, pasangan Anies-AHY pasangan calon presiden - calon wakil presiden dengan elektabilitas tertinggi jika Pilpres dilaksanakan saat survei diadakan. Berikut grafik Databoks:

Reporter: Nuhansa Mikrefin