Kejaksaan Agung memperkirakan angka kerugian negara dari kasus korupsi di Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) mencapai Rp181,2 miliar.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Supardi mengatakan ini merupakan nominal yang dikeluarkan oleh Perum Perindo dalam modus jual beli ikan dengan dua perusahaan swasta yakniPT Kemilau Bintang Timur dan PT Prima Pangan Madani.
Supardi menjelaskan kasus ini barawal dari surat utang jangka menengah atau medium term note (MTN) senilai Rp 200 miliar sebagai modal awal untuk melakukan jual beli ikan. Namun dalam prosesnya justru tidak terjadi proses transaksi tanpa ada suatu perjanjian. Ia juga menegaskan kasus tersebut bukan kredit macet melainkan suatu korupsi dengan modus jual beli ikan.
"Jadi ada ikannya. Jual beli nya malah kadang ada kadang enggak " ujar Supardi kepada wartawan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada Kamis (21/10) malam.
Dalam kasus tersebut Korps Adyaksa akhirnya menetapkan Wakil Presiden Perdagangan Perindo Wenny Prihatini sebagai tersangka. Kejaksaan juga menahan dua tersangka lainnya yakni Direktur PT Prima Pangan Madani Nabil M Basyuni dan Direktur PT Kemilau Bintang Timur Lalam Sarlam. Wenny diduga mengajukan dana tanpa adanya proposal usaha, analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangannya.
Wenny lantas menghubungi Lalam dan Nabil untuk melakukan kerja sama tanpa ada studi kelayakan kerja. Perindo juga melakukan jual beli ikan tanpa berita acara serah terima barang dan tanpa laporan jual beli. Lalam dan Nabil kemudian membuat seolah-olah ada supplier ikan yang memasok kebutuhan ikan pada perusahaannya masing-masing dan membuat nota pembayaran fiktif. Namun, dana dari MTN tersebut tidak ada yang kembali ke Perum Perindo.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan tersangka Wenny ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung. Adapun Lalam dan Nabil ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Seluruh tersangka akan ditahan selama 20 hari terhitung sejak 21 Oktober hingga 9 November 2021 mendatang.
Menanggapi keputusan tersebut, Perum Perindo menegaskan akan menghormati putusan Kejaksaan Agung. BUMN di bidang perikanan ini berjanji akan mentaati proses hukum yang sedang berjalan. Di sisi lain, Perindo juga tetap melanjutkan bisnisnya.
Corporate Secretary PT Perindo Boyke Andreas mengatakan hal ini menjadi pembelajaran bagi perseroan. “Sesuai GCG, kami mengikuti proses hukum yang berjalan. Kami menghormati ini semua karena Indonesia adalah negara hukum,” katanya, dalam keterangan resmi, Jumat (21/10).
Boyke melanjutkan perusahaan sudah menggandeng beberapa pihak untuk mencegah korupsi di internal. Ini misalnya dengan menggandeng Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dua belah pihak dalam bidang perdata dan tata usaha negara.
Selain Jamdatun, Perindo juga menggandeng Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) untuk meningkatkan kesadaran SDM Perindo untuk taat hukum. Pasalnya, seluruh karyawan PT Perindo telah melaksanakan training yang dipandu langsung oleh pihak KPK.
“Beberapa pelatihan dan seminar anti korupsi bahkan penandatanganan komitmen anti korupsi juga kami galakkan,” pungkas Boyke.
Boyke menegaskan kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Agung ini merupakan perkara lama (2016-2019) ketika Perindo masih menjadi perusahaan umum. Seperti diketahui, Perindo saat ini sudah berubah menjadi perseroan terbatas (PT) setelah merger dengan Perikanan Nusantara (Perinus).