Kejaksaan Agung memeriksa dua saksi dalam kasus dugaan korupsi penyaluran kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan kedua orang yang diperiksa pada Selasa (26/10) adalah BS selaku Head of Business Unit TIN dan AK selaku Kepala Bagian Keuangan PT. Kemilau Kemas Timur.
BS diperiksa terkait terkait keanggotaan salah satu debitur LPEI pada Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia sementara AK diperiksa terkait fasilitas kredit yang diterima dari LPEI.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional oleh LPEI, yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri " ujar Eben dalam keterangan resminya.
Sebelumnya Korps Adhyaksa telah melakukan pemeriksaan terhadap lima saksi yang menghalangi penyidikan dan tidak mau memberikan keterangan terkait dengan kasus Eximbank.
Kelima saksi tersebut adalah ML selaku mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI. AA selaku Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta 2016-2018; NH selaku mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARD) II LPEI 2017-2018; CTGS selaku eks Relationship Manager Divisi Unit Bisnis tahun 2015-2020 pada LPEI Kanwil Surakarta dan IS selaku mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI 2016-2018.
Saat ini kejagung masih mendalami potensi kerugian dalam nilai agunan yang diajukan debitur dalam dengan memeriksa pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Kejaksaan ingin mengetahui apakah agunan yang diajukan nilainya proporsional dengan nilai pinjamannya.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Supardi sebelumnya juga berharap agar penghitungan kerugian negara dalam kasus LPEI oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) cepat selesai.
Indonesia Eximbank sebagai lembaga pembiayaan milik pemerintah memang sedang mengalami masalah kredit macet sejak beberapa tahun lalu. Lonjakan kredit macet atau non performing loan (NPL) yang mencapai 23,4% pada 2019 tersebut senilai dengan Rp 22,87 triliun dengan rasio pencadangan hanya mencapai 49%.
Pada saat itu, manajemen berdalih bahwa beralasan kinerja ini akibat perekonomian dunia dan Indonesia yang mengalami perlambatan. Ketua Dewan Direktur LPEI Daniel James Rompas pada rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) November 2019 lalu berjanji memperbaiki kualitas pembiayaan dan menurunkan kredit macet.
"Kami proyeksi setiap tahun menurunkan NPL kurang lebih Rp 3 triliun," kata Daniel pada 18 November 2019.