Bawaslu Imbau Ada Aturan Hak Politik Pemilih Kotak Kosong dalam Pemilu

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (tengah) bersama Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin (kanan) dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad (kiri) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/9/2021).
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Lavinda
1/11/2021, 21.24 WIB

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyoroti terjadinya fenomena kolom kosong yang memenangkan kontestasi Pemilu. Pasalnya, ini dianggap sering menjadi masalah di daerah, terutama ketika terdapat pihak yang mengkampanyekan kolom kosong untuk beradu dengan pasangan calon tunggal.

Ketua Bawaslu Abhan mengatakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) maupun Undang-Undang Pemilu memang mengatur bahwa warga negara berhak berekspresi dengan melakukan kampanye untuk memilih kolom kosong atau kotak kosong. Namun, regulasi tersebut tak mengatur hak politik bagi pemilih kotak kosong secara pasti.

Fenomena ini berawal dari calon tunggal yang kompetisi politiknya adalah dengan kolom kosong. Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kota Makassar 2018 lalu, kolom kosong ditetapkan sebagai pemenang dari pasangan calon tunggal Munaffri Arifuddin-Rachmatika Dewi atau Appi-Cicu.

Kolom kosong tersebut mendapat 53 persen suara, atau unggul 6% dari Appi-Cicu yang hanya mendapat 47 persen suara.

Akibatnya, Kota Makassar harus dipimpin oleh penjabat walikota selama dua tahun. Sebanyak satu pelaksana harian dan tiga penjabat telah ditunjuk untuk mengisi posisi Walikota Makassar. Hal itu sesuai dalam Pasal 54D Ayat (4) UU No. 10 tahun 2016. 

Akhirnya, posisi Walikota Makassar secara resmi dijabat oleh Danny Pomanto. Ia dilantik pada tanggal 26 Februari lalu. 

"Ini sebuah realitas politik maka tentu harus ada regulasi aturan yang lebih pasti," ujar Abhan dalam diskusi daring pada Senin (1/11).

Kejadian lainnya, pada Pilkada 2020 lalu, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah politik di Sumatera Barat, muncul calon tunggal. Calon tunggal itu muncul pada Pilkada Kabupaten Pasaman, yakni pasangan calon Benny Utama dan Sabar AS.

Sejatinya, terdapat paslon lain dalam Pilkada tersebut yaitu, Bupati Pasaman petahana Atos Pratama dan mantan Sekretaris Daerah Pasaman M Saleh sebagai Calon Wakil Bupati.

Namun, mereka harus rela mundur setelah hanya mendapatkan dukungan lima kursi dari Partai Gerindra di DPRD Kabupaten Pasaman. Meskipun ada Hanura sebagai satu parpol yang memiliki satu kursi, tetapi dukungan tersebut masih tidak cukup untuk mengikuti Pilkada tersebut.

Di sisi lain, pasangan Benny-Sabar diusung oleh 8 partai politik sekaligus dengan total dukungan 29 kursi di DPRD Kabupaten Pasaman. Partai tersebut adalah Golkar, PKB, Demokrat, PAN, PPP, PDIP, PKS, dan Nasdem.

Reporter: Nuhansa Mikrefin