Epidemiolog Sepakat Penumpang Pesawat Tak Perlu Tes PCR

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nz
Petugas kesehatan melakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan RT-PCR saat simulasi penerbangan internasional di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (9/10/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Lavinda
1/11/2021, 21.59 WIB

Pemerintah menghapus syarat tes Polymerase Chain Reaction (tes PCR) untuk pelaku perjalanan pesawat terbang. Epidemiolog pun menilai tes PCR memang tidak diperlukan untuk pelaku perjalanan udara.

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan tes PCR tidak diperuntukkan sebagai strategi pengendalian Covid-19.

"Tes Covid-19 hanya diprioritaskan untuk suspect, probable, dan kontak erat," kata Masdalina saat dihubungi Katadata, Senin (1/11).

Selain itu, tes PCR juga tidak bisa mencegah gelombang penularan virus corona. Sebagai contoh, Covid-19 gelombang pertama dan kedua terjadi saat kewajiban tes PCR diberlakukan untuk penumpang pesawat udara.

Untuk itu, ia menilai tes PCR tidak diperlukan untuk pelaku perjalanan domestik. Tes tersebut hanya diperlukan untuk penumpang internasional guna mencegah adanya varian baru Covid-19.

Kebijakan yang sama juga diberlakukan di berbagai negara. Sementara itu, upaya pemindaian (screening) penumpang yang sehat bisa dilakukan dengan pulse oximeter.

"Pulse oximeter murah, tapi risikonya saturasi perokok berat rendah meskipun tidak Covid-19," ujarnya.

Sementara itu, ia menilai upaya pencegahan penularan corona dalam pesawat bisa dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan. Upaya menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan harus dilakukan meskipun tidak ada kewajiban tes PCR.

Sementara itu, Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan tes PCR tidak efektif dari segi biaya.

"PCR tidak cost effective. Kalau rapid antigen, tentu harus lebih murah," katanya.

Ia mengatakan klaster penularan di pesawat sangat minim. Dari sekitar 27 juta penumpang pesawat sejak pandemi, hanya ada satu kasus infeksi yang ditemukan.

Terlebih, pesawat memiliki sirkulasi udara yang baik dengan teknologi hepa filter. Penularan justru lebih banyak ditemui pada bus.

Menurutnya, bus sebaiknya tidak menerapkan kapasitas penuh apabila melakukan perjalanan jarak jauh. Kemudian, sirkulasi udara dalam bus perlu diperhatikan dengan membuka jendela. Selanjutnya, tidak boleh makan dan minum dalam bus.

Selain itu, bus yang memiliki toilet perlu memerhatikan sirkulasi di dalamnya. Ia mengatakan, toilet dengan sirkulasi buruk perlu dihentikan penggunaannya untuk sementara.

"Sebaliknya, pesawat sangat aman," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan