Pernyataan Menteri LHK Siti Nurbaya Soal Deforestasi Tuai Kontroversi

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar (kanan) menyapa koleganya sebelum rapat kerja dengan Komisi IV DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/3/2021).
4/11/2021, 11.35 WIB

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengeluarkan sebuah pernyataan yang menuai kontroversi. Siti mengatakan pembangunan yang berlangsung di era Presiden Joko Widodo tak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau menghentikan deforestasi.

Hal ini disampaikannya saat memenuhi undangan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Glasgow, Selasa (2/11).  Siti mengatakan menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat Undang-Undang Dasar 1945.

“Melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat,” kata Siti dalam akun Facebooknya seperti ditulis pada Kamis (4/11).

Siti juga menolak penggunaan deforestasi yang tak sesuai dengan kondisi Indonesia. Dia mencontohkan, di Eropa, satu batang pohon yang ditebang bisa masuk dalam kategori ini. “Pada konteks ini jangan bicara sumir dan harus lebih detail, bila perlu harus sangat rinci,” katanya.

Dia juga menyinggung beberapa negara maju yang sebenarnya telah menyelesaikan pembangunan negaranya sebelum tahun 1980. Saat ini mereka telah menikmati hasil pembangunannya dan bisa dikatakan siap masuk net zero emission pada 2050.

Hal ini berbeda dengan Indonesia yang belum masuk pada puncak pembangunan nasional. Siti menjelaskan di Kalimantan dan Sumatera masih banyak jalan yang terputus karena harus melewati kawasan hutan. Padahal ada lebih dari 34 ribu desa berada di kawasan hutan dan sekitarnya.

Oleh sebab itu Siti menyatakan bahwa memaksa Indonesia zero deforestation merupakan hal yang tidak adil. “Kalau konsepnya tidak ada deforestasi berarti tidak boleh ada jalan. Lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi?,” katanya.

Meski demikian, politisi Nasdem itu mengatakan RI tetap akan berusaha memenuhi target penurunan emisi 41% pada 2030. Arahan Presiden Joko Widodo telah jelas yakni tidak boleh hanya retorika.

“Kita terus menerus memperbaiki alam dengan langkah yang terukur, tidak menjanjikan apa yang tak bisa kita kerjakan,” ujarnya.

Pernyataan Siti ini membelah opini warganet. Beberapa pengguna internet mengkritiknya dengan mengatakan pendapat sang Menteri justru berlawanan dengan UUD 1945 itu sendiri.

“Mengabaikan lingkungan hidup juga berlawanan dengan UUD 1945 Pasa 28 H ayat 1,” tulis seorang warganet di kolom komentar opini tersebut.

Pasal 28H (1) berbunyi setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan.

Sebelumnya Jokowi menargetkan Indonesia menjadi penyerap karbon (net carbon sink) pada 2030. Mantan Wali Kota Solo itu juga menyatakan, pengelolaan hutan secara berkelanjutan membuahkan hasil yakni meminimalkan kebakaran hutan, deforestasi, dan emisi dari sektor kehutanan di saat dunia terus kehilangan tutupan hutan primer.

"Ini adalah komitmen Indonesia menjadi bagian dari solusi. Capaian nyata Indonesia di sektor kehutanan tidak terbantahkan,” kata Jokowi dalam keterangan pers, Selasa (2/11).