Kementerian Perhubungan berencana akan menutup sementara Bandar Udara Halim Perdanakusuma (HLP) Jakarta. Penutupan dilakukan untuk merevitalisasi bandara tersebut.
Revitalisasi tersebut diharapkan semakin meningkatkan faktor keselamatan penerbangan.
Revitalisasi diperlukan mengingat Bandara Halim punya fungsi yang vital, namun terjadi penurunan kualitas elemen bandara terutama runway.
Rencana penutupan bandara masih dibahas intensif tengah dilakukan dengan berkoordinasi bersama Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Udara, Kementerian Keuangan, Angkasa Pura II, serta pemangku kepentingan terkait lainnya.
"Kami sedang menyiapkan desain sisi udara seperti rekonstruksi runway dan perbaikan sistem drainase. Hal-hal tengah kami bahas dengan berbagai pihak," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Novie Riyanto dalam keterangan resminya.
Novie menambahkan bahwa saat ini tengah dibahas berbagai hal yang harus dipersiapkan terkait dampak dari proses revitalisasi ini yang memerlukan waktu kurang lebih satu tahun.
Hal ini untuk memastikan keselamatan, dan pelayanan terbaik dapat dipenuhi.
Adapun rencana operasionalisasi dan lain-lain akan disampaikan setelah pembahasan bersama Kementerian dan Lembaga terkait.
Beberapa insiden pernah terjadi di Bandara Halim Perdanakusuma. Pada Maret 2021, pesawat Trigana Air Boeing 737-500 tergelincir di Bandara Halim Perdanakusuma.
Akibat dari kejadian tersebut PT Angkasa Pura II (Persero) kemudian mengalihkan tujuh penerbangan di Bandara Halim Perdanakusuma ke Bandara Internasional Soekarno.
Pada awal Januari 2020, penerbangan di Bandara Halim Perdanakusuma juga dialihkan ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta akibat banjir. Landasan pacu bandara tersebut tergenang air sehingga tak memungkinkan aktivitas penerbangan.
Sejarah Bandara Halim Perdanakusuma
Berdasarkan keterangan PT Angkasa Pura II, sejarah Bandara Halim Kusuma telah ada sejak abad ke-17.
Pada abad ke-17, daerah Cililitan, Jakarta Timur, merupakan sebuah tanah partikelir yang dimiliki oleh Pieter van der Velde. Tanah tersebut dinamakan Tandjoeng Ost.
Pada tahun 1924, sebagian tanah tersebut dijadikan sebuah lapangan terbang pertama di kota Batavia. Lapangan terbang tesebut dinamakan Vliegveld Tjililitan (Lapangan Terbang Tjililitan).
Pada tahun tersebut, lapangan terbang ini menerima kedatangan pesawat dari Amsterdam yang kemudian menjadi penerbangan internasional pertama di Hindia Belanda.
Pada tanggal 20 Juni 1950, Belanda sepenuhnya menyerahkan lapangan terbang tersebut kepada pemerintah Indonesia.
Lapangan terbang tersebut kemudian oleh Angkatan Udara (AURI) dan dijadikan pangkalan udara militer.
Bertepatan pada 17 Agustus 1952, lapangan terbang ini berganti nama menjadi Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma untuk mengenang almarhum Abdul Halim Perdanakusuma yang gugur dalam menjalankan tugasnya.
Disamping sebagai pangkalan militer, Halim juga digunakan sebagai bandar udara sipil utama di kota Jakarta bersamaan dengan Kemayoran.
Pada tahun 1974, bandar udara ini harus berbagi penerbangan internasional dengan Kemayoran karena padatnya jadwal penerbangan disana.
Halim juga sempat ditunjuk menggantikan peranan Kemayoran yang semakin padat.
Namun hasilnya justru tertuju kepada pembangunan sebuah bandar udara baru di daerah Cengkareng yang kemudian berganti nama menjadi Bandara Soekarno Hatta.
Setelah Kemayoran ditutup, Bandar Udara Halim Perdanakusuma mulai mengurangi jadwal penerbangan sipil untuk berfokus guna kepentingan militer.
Namun pada tahun 2013, Halim memberikan 60 slot/jam untuk penerbangan berjadwal domestik maupun internasional. Hal tersebut dikarenakan untuk mengurangi padatnya jadwal penerbangan di Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta.