Menjaga Sekolah Tatap Muka Tetap Aman Selama Pandemi Corona

ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.
Guru mendampingi siswa saat pembelajaran menggunakan layanan internet gratis Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di SDN 51 Simpang Kubu Kandang, Pemayung, Batanghari, Jambi, Sabtu (30/10/2021).
Penulis: Alfons Yoshio
6/11/2021, 09.30 WIB

Kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) mulai berjalan di beberapa wilayah dengan menerapkan protokol kesehatan. Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud Ristek Sri Wahyuningsih mengatakan, sampai akhir Oktober 2021, sebagian besar lembaga pendidikan sudah menerapkan sekolah tatap muka terbatas. 

“Sudah 72 persen satuan pendidikan yang berada pada level 3, 2 dan 1 selama pemberlakukan PPKM melaksanakan PTM terbatas,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Sri juga menekankan pentingnya penerapan protokol kesehatan bagi seluruh warga satuan pendidikan. Di sekolah yang berada di daerah PPKM level 3 misalnya, PTM hanya terbatas 50 persen dari kapasitas ruang kelas.

Selain itu, untuk jenjang setara sekolah dasar (SD) yang berada di daerah dengan PPKM level 1 diimbau untuk membatasi kapasitas kelas maksimal 75 persen dan menjaga jarak minimal satu meter. Hal ini mengingat peserta didik tingkat SD belum mendapat hak untuk vaksinasi.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) beberapa waktu lalu sempat mengeluarkan panduan tindakan pencegahan saat sekolah dibuka selama pandemi Covid-19. Ilmuwan WHO Maria Van Kerkhove ‒seorang epidemiolog penyakit menular‒ membagikan beberapa rekomendasi untuk pelaksanaan PTM agar tidak menjadi klaster penyebaran baru.

Hal paling dasar adalah memastikan pencegahan penularan sudah dilakukan secara optimal di lingkungan komunitas tempat tinggal masing-masing. Sehingga, mencegah virus masuk ke lingkungan sekolah. 

Kemudian sekolah harus dipastikan sudah menyiapkan sistem yang baik untuk memantau kondisi kesehatan siswa dan tenaga pengajar. Hal ini penting untuk mendeteksi kasus dan mempermudah pemantauan kalau-kalau terjadi infeksi virus.

Selanjutnya, komunikasi dengan siswa juga harus berjalan dengan baik. Orang tua juga harus mendapat informasi yang jelas tentang apa yang harus dilakukan jika anak mereka sedang tidak sehat.

“Murid, pihak sekolah, dan orang tua harus berkomunikasi dengan baik, sehingga mereka tahu apa yang haru dilakukan jika seorang anak murid atau guru tidak sehat,” ujar Maria. 

Dia juga menegaskan pentingnya pengetahuan dan kesiapan sekolah dan lingkungan sekitar untuk menghadapi PTM. “Ini tentang desinfeksi, meningkatkan ventilasi, menjaga jarak, memakai masker, dan jika vaksin tersedia, pastikan bahwa vaksinasi dilakukan di komunitas tersebut di antara kelompok prioritas yang tinggal di sana,” katanya.

Lebih lanjut, Maria menyarankan bagi anak yang merasa kurang sehat untuk menunda pergi ke sekolah. Sementara kalau ada kasus penularan di lingkungan sekolah, pihak sekolah harus mampu mendeteksi secepatnya dan melakukan penangan kesehatan sesuai gejala yang dialami murid ataupun tenaga pengajar.

“Setelah itu kami merekomendasikan contact tracing. Jika ada kasus yang teridentifikasi, kami ingin memastikan mencegah transmisi virus ke lingkungan yang lebih luas. Jadi penting untuk menelusuri kontak antar anak dan melakukan isolasi untuk waktu tertentu,” tuturnya.

Kesimpulan rekomendasi dari WHO adalah menekankan pentingnya rencana detail dari sekolah terkait pelaksanaan PTM. Selain itu, komunikasi antara pelajar terkait cara pencegahan kontaminasi ke diri mereka sendiri dan aksi yang perlu diambil jika siswa merasa kurang sehat atau bila terjadi penularan kasus.

Sekolah tatap muka dinilai penting untuk dilakukan meski berisiko. Survei UNICEF menujukkan adanya ancaman putus sekolah yang menimpa 1 persen anak usia 7-18 tahun akibat tidak belajar optimal dan terpaksa bekerja selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Selain itu, PTM dipercarya dapat meningkatkan capaian akademik anak. Sebab berdasarkan kajian Bank Dunia, penutupan sekolah hingga Juni 2021 telah mengakibatkan hilangnya 0,9-1,2 tahun waktu pembelajaran anak Indonesia. Selain itu, hilangnya 25-35 poin skor PISA siswa di bidang membaca.

PTM juga diharapkan dapat menekan risiko kekerasan terhadap anak di rumah, risiko pernikahan dini, dan eksploitasi anak. Berdasarkan laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terjadi 419 kasus kekerasan seksual dan 249 kasus kekerasan fisik pada anak sepanjang tahun 2020. 

Ada juga peningkatan permohonan dispensasi perkawinan anak hingga 300 persen sepanjang tahun lalu. KPAI juga menerima laporan 234 kasus eksploitasi dan perdagangan anak pada April 2021.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan