Menkes Mulai Vaksin Dosis Ketiga Jika 50% Penduduk RI Telah Vaksinasi

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Tenaga medis memasukkan cairan vaksin sinovac ke dalam jarum suntik saat vaksinasi Covid-19 di SMKN 1 Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu, (29/9/2021). Pemerintah menggencarkan program vaksinasi bagi pelajar untuk mendukung pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di sejumlah daerah.
8/11/2021, 15.52 WIB

Pemerintah mengubah syarat vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau booster untuk masyarakat. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemberian dosis tambahan akan  dimulai kalau 50% masyarakat Indonesia sudah mendapatkan suntikan dosis kedua.

Pada September lalu, Kementerian Kesehatan mengatakan vaksinasi booster dilakukan setelah 70% masyarakat mendapatkan vaksinasi dosis pertama. Sementara, pemberian vaksin dosis satu akan mencapai 80% pada Desember.

"Hitung-hitungan kami, pada akhir Desember vaksin dosis kedua bisa mencapai 59%," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Jakarta, Senin (8/11).

Budi enggan terburu-buru dalam memberikan vaksin lantaran hal ini masih menjadi isu sensitif di dunia. Apalagi masih banyak penduduk Afrika yang belum mendapatkan vaksin.

Selain itu, banyak penduduk di Tanah Air yang belum menerima suntikan vaksin Covid-19.  Pemerintah juga perlu mempertimbangkan dinamika internasional mengingat RI mendapatkan banyak vaksin hubah.

"Kalau kita terlalu cepat, akan dilihat sebagai negara yang tidak memperlihatkan itikad baik untuk equity vaksin," ujar dia.

Keputusan ini juga sudah didiskusikan bersama dengan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Selain itu, kebijakan tersebut dengan membandingkan vaksinasi booster di sejumlah negara.

Booster akan diberikan sebanyak satu kali suntikan untuk meningkatkan titer antibodi dengan jumlah yang tinggi. Adapun, pemerintah hanya menanggung biaya vaksin booster untuk dua kelompok, yaitu lansia dan peserta BPJS Kesehatan golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

"Yang penghasilannya cukup, kami minta pilih sendiri tesnya. Kami juga membolehkan mereka memilih jenis vaksin," ujar dia.

Saat ini, pemerintah bersama sejumlah perguruan tinggi tengah melakukan uji klinis vaksin booster dengan jenis yang sama dan berbeda. Hal ini untuk mengetahui kombinasi jenis vaksin yang terbaik.

Uji klinis yang tengah berlangsung itu diharapkan selesai pada akhir Desember. "Sehingga kebijakan yang kami buat bisa lebih baik karena berdasarkan bukti ilmiah," ujar dia.

Sebelumnya, Penasihat Senior Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Diah Saminarsih mengingatkan WHO belum merekomendasikan adanya vaksin booster secara massal. Sebab, percepatan vaksinasi harus memerhatikan prinsip keadilan akses vaksin terhadap seluruh masyarakat.

"Walaupun booster yang diberikan sedikit, itu menentang prinsip keadilan," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika