Silang Pendapat Hukum soal Laporan Kasus PCR Luhut - Erick ke KPK

Katadata
Erick Tohir menghadiri National Day Indonesia di Expo 2020 Dubai, Dubai, Uni Emirat Arab, Kamis (4/11/2021).
8/11/2021, 20.51 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima aduan terkait dugaan berbisnis tes polymerase chain reaction (PCR). Terdapat perbedaan pandangan hukum dalam memandang kasus yang menjerat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Pandangan pertama menganggap kedua pejabat tersebut bila terbukti menyalahgunakan jabatannya dan merugikan negara, berpotensi terjerat Pasal 3 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 3 UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta.

"Karena jabatannya secara melawan hukum merugikan keuangan negara," ujar pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar kepada Katadata pada Senin (8/11).

Lebih lanjut Fickar mengatakan bila laporan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) bukan merupakan tindak pidana karena kurang bukti atau ternyata peristiwanya perdata bukan pidana maka proses proses laporan tersebut dihentikan.

Kedua, pandangan hukum yang mempersoalkan laporan tersebut. Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan belum data yang akurat dalam laporan Prima. Seperti diketahui Prima melapor ke KPK hanya berdasarkan hasil investigasi suatu media. Bukti tersebut dinilai belum merupakan bukti yang akuntabel.

KPK disebut akan kesulitan dalam melakukan penyelidikan karena data yang disampaikan oleh Prima terbatas. Trubus kemudian mencurigai bahwa laporan dari Prima merupakan ajang mencari popularitas karena Prima merupakan suatu partai baru.

"Soalnya yang mengajukan partai Prima itu juga banyak kepentingan cari popularitas juga," ujar Trubus kepada Katadata pada Senin (8/11).

Lebih lanjut Trubus berharap agar KPK segera memproses laporan tersebut agar tidak ada kecurigaan publik terkait dengan penetapan harga tes PCR.  Selain itu, laporan ini juga dinilai sebagai pembuktian KPK sebagai lembaga independen.

Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya akan melakukan verifikasi terhadap data dan informasi yang telah disampaikan. Tahapan ini dilakukan untuk mengidentifikasi apakah pokok-pokok aduan termasuk dalam ranah tindak pidana korupsi (tipikor) sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Selain itu, dilakukan juga untuk mengetahui apakah kasus tersebut masuk ranah KPK atau tidak

"Apabila pokok aduannya merupakan kewenangan KPK tentu kami akan menindaklanjutinya sesuai SOP dan ketentuan hukum yang berlaku," ujar Ali kepada Katadata pada Jumat (5/11).

Catatan Redaksi:

Artikel ini mengalami perubahan judul yang lebih tepat pada Selasa, 9 November 2021 pukul 09.22 WIB .

Reporter: Nuhansa Mikrefin