Kejaksaan Agung (Kejagung) akan segera menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank periode 2013 - 2019.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampdisus) Kejaksaan Agung Supardi mengatakan pihaknya belum bisa menyebut nama sosok yang bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi Eximbank tersebut.
Selain itu, Supardi mengatakan saat ini Kejaksaan Agung juga telah sepakat dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai surat tugas untuk melakukan proses perhitungan kerugian negara. Namun, Supardi belum bisa mengatakan angka pasti dari kerugian negara yang dialami.
Hal ini karena dalam kasus Eximbank terdapat beberapa klaster perusahaan yang terlibat dalam kasus tersebut. Dalam penetapan tersangka Supardi mengatakan tidak harus menunggu angka kerugian negara.
"Angka nanti di akhir," ujar Supardi kepada wartawan pada Selasa (9/11) malam di Gedung Bundar.
Sebelumnya pada 2 November lalu, Korps Adhyaksa telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, ketujuh orang tersebut dinaikkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. Mereka dinilai melakukan upaya menghalangi penyidikan dengan tidak memberi keterangan atau memberikan penjelasan yang tak benar saat proses pemeriksaan sebagai saksi.
Tindakan tersebut kemudian menyulitkan penanganan dan penyelesaian penyidikan. Padahal keterangan saksi dibutuhkan untuk memperjelas tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangka.
"Beberapa kali menolak untuk memberikan keterangan sebagai saksi dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," ujar Leonard dalam konferensi pers, Selasa (2/11) malam.
Indonesia Eximbank sebagai lembaga pembiayaan milik negara memang tengah mengalami masalah kredit macet sejak beberapa tahun. Lonjakan kredit macet atau non performing loan (NPL) mencapai 23,4% atau Rp 22,87 triliun pada 2019. Rasio pencadangan hanya 49%.
Bahkan LPEI sempat mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5 triliun pada 2020 lalu. Kejaksaan menduga LPEI memberi kredit kepada sejumlah korporasi tanpa tata kelola yang baik sehingga menimbulkan kredit macet dan berkontribusi terhadap kerugian Rp4,7 triliun pada akhir 2019 lalu.
Kejagung mulai melakukan penyidikan dugaan korupsi pada LPEI bulan Juni lalu. Kejagung mencurigai LPEI memberikan dana kepada sembilan debitur tanpa melakukan prinsip tata kelola yang baik dan berdampak pada kerugian perusahaan.
Ketua Dewan Direktur LPEI Daniel James Rompas pada rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) November 2019 lalu berjanji memperbaiki kualitas pembiayaan dan menurunkan kredit macet. "Kami proyeksi setiap tahun menurunkan NPL kurang lebih Rp 3 triliun," kata Daniel pada 18 November 2019.