Inggris-Indonesia Dorong Peluang Perdagangan Bebas, Kerja sama Farmasi

Kementerian Luar Negeri
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss setelah menggelar pertemuan bilateral di Jakarta, Kamis (11/11).
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Maesaroh
11/11/2021, 15.49 WIB

Menteri Luar Negeri Inggris Elizabeth Truss menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Indoensia Retno Marsudi, hari ini, Kamis (11/11). Pertemuan membahas penguatan  kerja sama serta kemungkinan dibukanya perdagangan bebas.

Indonesia dan Inggris telah membentuk komite Gabungan Ekonomi dan Perdagangan (JETCO) yang  akan bertemu awal tahun depan.

Keberadaan komite tersebut diharapkan makin meningkatkan volume dan nilai perdagangan kedua negara.

 "Kami sepakat mendorong Komite Ekonomi dan Perdagangan Bersama (JETCO) untuk membahas kemungkinan membangun perdagangan bebas atau kesepakatan perdagangan terbatas dan mempromosikan pengakuan standar dan  sertifikasi," tutur Retno dalam konferensi pers, Kamis (11/11).

 Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai perdagangan Indonesia-Inggris  Januari-September mencapai US$ 1,87 miliar di mana ekspor Indonesia mencapai US$ 1,09 miliar.

 Secara khusus, Retmo meminta Inggris untuk memberikan lebih banyak insentif untuk kayu Indonesia dibawah kerjasama FLEGT-VPA.

Sebagai informasi, pada Maret 2019, Indonesia dan Inggris menandatangani Persetujuan Forest Law Enforcement, Governance and Trade in Timber Products- Voluntary Partnership Agreement (FLEGT VPA).

Merujuk pada Kementerian Lingkungan Hidup, kerja sama tersebut adalah untuk mengamankan perdagangan kayu dan produk kayu antara kedua negara apabila Inggris tidak lagi bergabung dengan Uni Eropa berkenaan dengan proses keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa (British Exit / Brexit).

 Selain perdagangan, beberapa hal yang dibahas dalam pertemuan kedua  Menteri Luar Negeri tersebut adalah mengenai kepresidenan Indonesia dalam gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.

Kemudian mengenai pemulihan kesehatan pasca pandemi Covid-19, farmasi, serta persoalan regional seperti Myanmar.

 Retno mengatakan Indonesia dan Inggris sepakat untuk memperkuat kerja sama di bidang kesehatan, terutama farmasi.

Termasuk dalam penjajakan kerja sama itu adalah mengembangkan Indonesia menjadi salah satu hub regional bagi produksi vaksin.

"Dalam jangka panjang kami menjajaki kerja sama di industri kesehatan dan farmasi. Inggris juga akan mendukung mekanisme pembiayaan untuk Pandemic Preparedness and Response (PPR) di G20," tutur Retno.

 Dalam kesempatan yang sama,  Elizabeth Truss mengatakan kedua belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikan rancangan kerjasama pada akhir tahun ini.  

Lebih lanjut, Truss mengatakan dari kesepakatan investasi ada potensi besar yang didukung oleh pihak pemerintah dan swasta Inggris.

Sebagai elemen dari perencanaan, Trust mengatakan telah membahas mengenai kerjasama digital dan teknologi.

   "Kami perlu memastikan bahwa standar teknologi dibentuk oleh Free World dan kami ingin bekerja sama dengan Indonesia di bidang-bidang, seperti dunia maya dan juga Teknologi generasi berikutnya. Apakah itu 5G 6G atau memang bidang-bidang, seperti kecerdasan buatan dan Quantum," ujar Truss.

 Sebelum bertemu dengan Retno, Truss juga telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo.

Pertemuan tersebut membahas tindak lanjut dari  pertemuan bilateral antara Jokowi dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson terkait COP 26, di Glasgow awal November. 

Poin yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain potensi kerjasama yang berhubungan dengan pasar karbon, baterai lithium dan kerjasama terkait vaksin dan bioteknologi.

 "President Widodo menyebut dia akan mengirim tim untuk merealisasikan kerjasama ini," ujar Truss.

 Terkait kerja sama perubahan iklim, Inggris sudah berencana investasi sebesar  £350 juta (Rp 7 Triliun) selama 10 tahun.

Investasi tersebut untuk mendukung ambisi Indonesia dalam menangani perubahan iklim, termasuk melindungi dan memulihkan hutan serta keanekaragaman hayati.

Retno berharap Inggris bisa mewujudkan kerja sama perubahan iklim menjadi lebih nyata bukan hanya retorika.
"Untuk isu perubahan iklim, sata tekankan Indonesia tidak ingin terjebak dalam retorika. Kita ingin melihat tindakan daripada perkataan," tutur Retno.

Reporter: Nuhansa Mikrefin