Kementerian Ketenagakerjaan mulai membahas proses penetapan Upah Minimum 2022. Kebijakan ini harapannya dapat memberi perlindungan kepada pekerja atau buruh.
Selain itu, kebijakan upah minimum ditujukan sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan dan mendorong perekonomian Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, upah minimum hanya berdasarkan wilayah, yaitu upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menyebut aturan itu tidak mengamanatkan upah berdasarkan sektor. Namun, bagi upah minimum sektor (UMS) yang ditetapkan sebelum 20 November 2020 dan masih berlaku, dapat dilanjutkan.
“Asalkan UMS itu nilainya lebih tinggi dibandingkan UMP atau UMK di wilayahnya,” kata Putri dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/11).
Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan, Dinar Titus Jogaswitani mengatakan, semangat dari formula upah minimum adalah untuk mengurangi kesenjangan upah sehingga terwujud keadilan antarwilayah. Keadilan ini dapat dicapai melalui pendekatan rata-rata konsumsi rumah tangga di masing-masing wilayah.
Selain itu, penetapan upah minimum juga ditujukan untuk mencapai kesejahteraan pekerja atau buruh dengan tetap memperhatikan kemampuan perusahaan dan kondisi nasional. Hal ini dilakukan melalui penggunaan data-data ekonomi dan ketenagakerjaan yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Data-data yang disediakan dan masuk dalam perhitungan upah minimum sudah dikumpulkan BPS sebelum PP Nomor 36 Tahun 2021 disahkan. Data ini dapat diakses pada wagepedia.kemnaker.go.id. "Data tersebut juga digunakan oleh institusi lain dalam merencanakan atau mengambil keputusan sehingga banyak pihak yang mengawasi data BPS," ucapnya.
Dampak Pandemi Covid-19
Dewan Pengupahan Nasional dari unsur pakar pengupahan Joko Santosa mengatakan, penetapan upah bertujuan untuk meningkatkan indeks daya saing Indonesia dan kepercayaan investor. Kehadirannya dapat memberi kepastian hukum dan indikator perekonomian dan ketenagakerjaan.
Yang perlu diantisipasi dalam penetapan upah minimum adalah dampak pandemi Covid-19. Perlambatan ekonomi yang terjadi telah membuat terhambatnya perluasan kesempatan kerja baru, substitusi tenaga kerja ke mesin (otomatisasi proses produksi), dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pandemi juga mendorong relokasi dari lokasi yang memiliki nilai UMK tinggi kepada lokasi yang memiliki upah minimum yang lebih rendah. ”Potensi lainnya, yaitu untuk meningkatkan ruang dialog kesepakatan upah serta penerapan struktur dan skala upah di atas upah minimum" kata Joko.
Seluruh pihak, menurut dia, lebih baik fokus kepada upah berbasis kinerja individu dan produktivitas. Dengan begitu, kenaikan upah masing-masing pekerja akan bergantung dengan produktivitas yang dihasilkannya.
Bila hal tersebut dilakukan, maka dapat mendorong kesejahteraan pekerja secara keseluruhan. "Penerapan struktur skala upah dengan penyesuaian berbasis kinerja individu akan mendorong distribusi upah di atas upah minimum secara adil antar jabatan atau pekerja," ujarnya.
Para buruh sebelumnya mengusulkan upah tahun depan naik pada rentang 7% sampai 10% dibandingkan tahun ini. Mereka meminta besaran kenaikan ini dipenuhi lantaran daya beli tengah terpukul dampak pandemi Covid-19.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, angka tersebut diperoleh dari rata-rata kenaikan kebutuhan hidup layak (KHL) secara nasional. Formulasinya disusun berdasarkan survei harga barang di pasar.
"Telah terjadi peningkatan harga di pasar sehingga setelah kalkulasi dari 60 item (KHL), muncul kenaikan rata-rata yaitu antara 7-10%," kata Iqbal, akhir September lalu.