Pemerintah telah menurunkan batas tarif tertinggi tes Covid-19 dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Saat ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah mengajukan pembebasan pajak kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk Bahan Habis Pakai (BHP) pada tes PCR.
Adapun, BHP yang digunakan pada tes PCR seperti hazmat, masker N95, masker bedah, handskun, shoe cover, google, face shield, alkohol 70%, tissue, chlorofin, tongue spatula, hingga seal Viral Transport Medium (VTM).
Surat tersebut telah diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, "Kemenkes sekarang mengajukan surat ke Kemenkeu supaya semua BHP, termasuk reagen yang impor dari luar betul-betul diberi kebebasan pajak," kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir dalam webinar, Selasa (16/11).
Selain itu, pemerintah juga mendorong peningkatan produksi reagen di dalam negeri demi menekan harga. Dia memberikan contoh, India bisa mematok harga tes PCR sebesar Rp 100 ribu lantaran negara Bollywood itu memproduksi reagen di dalam negeri.
Ini berbeda dengan Indonesia yang masih mengimpor reagen dari Tiongkok hingga Jepang. "Sehingga harga di Indonesia masih mahal," ujar dia.
Sedangkan ahli wabah dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan pembebasan pajak reagen ini bisa berdampak pada harga tes PCR secara keseluruhan. Meski demikian, ia juga meminta komponen pajak dari alat deteksi Covid-19 lainnya seperti antigen bisa ditekan.
"Tapi perlu harga dari importir ke fasilitas kesehatan juga perlu distandarkan,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (16/11).
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir lalu memaparkan struktur harga reagen tes PCR yang digunakan di laboratorium mereka. Apalagi reagen menjadi komponen harga paling besar dalam tes PCR.
Honesti mengatakan harga baru reagen tes PCR yang tengah diajukan dalam e-katalog sebesar Rp 81 ribu tanpa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sementara, harga terbaru dengan PPN sebesar Rp 89.100 serta harga publish tanpa PPN Rp 90 ribu.
Bila dirinci, komponen biaya terbesar reagen ialah biaya produksi dan bahan baku. "Biaya produksi dan bahan baku sebesar 55%," kata Honesti dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (9/11).
Selain itu, biaya operasional memiliki porsi sebesar 16%, sementara, biaya distribusi yang meliputi keuntungan distributor sebesar 14%. Selanjutnya, biaya royalti memiliki porsi 5% dan margin atau keuntungan 10%.
Honesti mengatakan, struktur biaya reagen pada setiap laboratorium berbeda-beda. "Tergantung laboratorium masing-masing dan tergantung bisnis model yang dilakukan," ujar dia.