Kemenkes: Pengusaha Protes Tarif PCR Rendah sebab Telanjur Stok Reagan

. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Petugas kesehatan menunggu pasien tes usap PCR di Jakarta, Senin (25/10/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Lavinda
16/11/2021, 21.57 WIB

Sejumlah pengusaha dan laboratorium mengeluhkan tarif tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yang terlalu rendah. Pasalnya, para pengusaha layanan PCR mengaku telah membeli reagen yang mahal dalam stok banyak.

Sebagaimana diketahui, ada sejumlah komponen dalam penetapan harga tes PCR. Komponen harga terbesar pada tes PCR berasal dari reagen.

"Kok teman-teman mengeluh harga terlalu murah dibanding modal mereka? Ini karena mereka terlanjur mengambil reagen yang terlalu mahal," kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir dalam webinar, Selasa (16/11).

Menurutnya, pengusaha yang protes mengaku sudah terlanjur membeli reagen dalam jumlah banyak. Kemudian, stok reagen tersebut masih disimpan hingga akhirnya pemerintah menurunkan harga tes PCR.

Padahal, Abdul menemukan layanan tes PCR dengan tarif di bawah Rp 200 ribu. Layanan tersebut digelar oleh maskapai Lion Group yang bekerja sama dengan salah satu laboratorium dengan biaya Rp 195 ribu.

Hal tersebut menunjukkan ada potensi harga tes PCR di bawah Rp 200 ribu. "Tidak akan mungkn mereka mau pasang harga di bawah Rp 200 ribu kalau mereka tidak untung. Itu untung," kata Abdul.

Ia telah berdiskusi dengan Lion untuk mengetahui alasan harga tes PCR dipatok murah. Lion mengaku tidak membeli mesin PCR karena melakukan Kerja Sama Operasi (KSO) dengan laboratorium.

Kemudian, mereka menggunakan reagen dengan harga di bawah Rp 90 ribu. Reagen tersebut sudah divalidasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes).

Dengan demikian, modal pemeriksaan tes PCR mencapai Rp 150 ribu per tes. Selebihnya merupakan biaya margin atau keuntungan tes PCR.

"Itu margin-nya masih tinggi. Ini bukti nyata kok," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika