Kualitas Udara Buruk, Warga Jakarta Derita Gangguan Nafas Hingga Kulit

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.
Seorang warga berjemur dengan latar belakang gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Selasa (20/4/2021).
Penulis: Happy Fajrian
17/11/2021, 11.08 WIB

Hasil survei Persepsi Masyarakat atas Kualitas Udara menunjukkan bahwa buruknya kualitas udara dan polusi udara di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) telah berdampak pada kesehatan warga.

Mereka mengaku mengidap dan merasakan sejumlah gangguan kesehatan seperti batuk dan bersin (44,6), sakit kepala/pusing (44,3%), serta iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, dan kulit (42%). Sejumlah gejala lainnya seperti kelelahan, sesak nafas, nasal drip, hipersensitivitas, dan alergi.

"Gejala-gejala ini umumnya dipicu oleh kualitas udara yang buruk, tanpa mereka sadari," tulis hasil survei oleh Katadata Insight Center (KIC) bekerja sama dengan Komunitas Bicara Udara, dan Nafas Indonesia, yang dirilis hari ini, Rabu (17/11).

Buruknya kualitas udara disebabkan sebagian besar responden, yakni 54,5% tinggal di kawasan yang udaranya berdebu dan bercampur asap kendaraan. Sedangkan 45,7% mengaku suhu udara di kawasan tempat tinggalnya meningkat.

"Sebelum pandemi warga Jabodetabek sudah terbiasa memakai masker. Concernnya kenapa memakai masker karena polusi udara," kata Panel Ahli KIC Mulya Amri. 

Namun warga tampaknya masih kurang menyadari atau belum mengetahui dimensi-dimensi persoala kualitas udara. Sebab, 45,9% warga Jabodetabek masih menganggap warna langit biru atau cerah dan udara yang terasa segar ketika dihirup sebagai indikator udara bersih.

Sementara itu hanya 15,4% yang menggunakan alat pemantau atau aplikasi sebagai rujukan untuk mengetahui kualitas udara, dan hanya 22,1% yang memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai indikator kualitas udara seperti PM 2,5.

Survei ini juga menunjukkan bawa warga masih melakukan aktivitas yang berdampak buruk terhadap kualitas udara, seperti mengelola sampah dengan cara dibakar (8,9%), merokok (32,5%) yang berdampak buruk terhadap kesehatan pernafasan, dan memakai produk semprot atau spray.

“Tak heran jika kemudian mereka tetap menganggap kualitas udara saat ini masih baik-baik saja meski telah merasakan dampak buruknya, dan merasakan udara yang tak nyaman,” tulis survei tersebut.

Kondisi ini menunjukkan masih banyak upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai udara bersih, serta bagaimana tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaikinya.

Sebagai informasi, survei ini dilakukan pada pekan terakhir bulan Agustus 2021 terhadap 1.570 responden warga Jabodetabek. Survei dilakukan secara online/daring. Sebagian besar responden atau 60,2% berjenis kelamin laki-laki, dan usia terbanyak dari generasi milenial (23-38 tahun).